Sabtu, 23 Februari 2013

Kamis, 14 Februari 2013

Bagian VI. Membongkar Kembali Metode dan Ruang Eksperimentasi

Bagian VI. 
Membongkar Kembali Metode  dan Ruang Eksperimentasi 

Berlian diperoleh dari mengaduk-aduk ratusan ton batu yang tak berguna. (James Mapes)

Cukup banyak seniman dengan pemikiran-pemikirannya yang tak terurai dengan teks-teks yang benderang, begitu banyak variabel-variabel untuk melakukan pendekatan terhadap proses kreatif seniman yang tak mampu membuka keseluruhan misteri emosi dan kedalaman pemikirannya.  Berbagai hal yang menyebabkan situasi tersebut mengedepan, diantaranya: seniman tidak cukup terbuka untuk menyampaikan pemikiran-pemikirannya, cukup banyak seniman kurang terampil mentransformasi gagasan ke dalam bentuk teks maupun komunikasi bahasa verbal, dan lemahnya kesadaran mendokumentasi sejumlah gagasan penting ke dalam dokumentasi tekstual. 
Penulisan buku ini yang dipersiapkan kurang lebih setahun yang lalu, saya menentukan tujuh seniman yang representatif dengan materi buku ini diantaranya: AT. Sitompul, Dedy Sufriadi, Farhan Siki, Rocka Radipa, Theresia Agustine Sitompul dan Yon Indra.  Seniman, proses kreasi, dan karya seninya merupakan subjek bergerak yang terus tumbuh, berubah dan berkembang.  Materi ini digali dengan serangkaian proses diskusi informal dan perolehan data tekstual dari questioner lebih dari seratus pertanyaan mendalam yang diajukan.  Kemudian didampingi dengan kunjungan ke studio ketika seniman melangsungkan progres karya untuk projek pameran Brainshocking. 
Pada awal bagian ini saya memperoleh insight dari pernyataan James Mapes bahwa ‘berlian diperoleh dari mengaduk-aduk ratusan ton batu yang tak berguna’.  Untuk menemukan sesuatu yang bernilai bukan suatu hal yang mudah dan cepat dilakukan namun membutuhkan visi yang cemerlang, kerja keras, etos kerja yang luar biasa, dedikasi terbaik,  dan kesabaran melakukan penghayatan proses perolehannya.  Menggali nilai estetik juga pada wilayah analogi yag sama, bahwa nilai estetik tidak begitu saja lahir ketika kita bermimpi dan begitu beranjak bangun sesuatu yang kita impikan sudah didepan mata.  Penggalian nilai dan temuan-temuannya membutuhkan proses yang luar biasa panjang dan melelahkan, kadang menempatkan posisi kita pada jalan buntu atau malah berhadapan representasi jiwa kita yang patah arang dan banyak hal yang mewarnai perjalanan kreatif seorang seniman.  Nah, insight yang luar biasa dari Mapes sesungguhnya menjadi bagian penting dari spirit saya menulis dan menyusun pemikiran-pemikiran sederhana ini disusun untuk mengonstruksi perihal itu.  Point utama dalam penulisan bagian ini saya ingin membongkar kembali, melacak detail-detail dari proses penciptaan seni yang tidak sederhana tersebut dengan menelisik beberapa pokok masalah baik inspirasi, gagasan konseptual, teknis, prosedur, pendekatan, metode, riset, maupun menggeledah prinsip-prinsip eksperimentasi yang melatarbelakangi sebuah karya itu muncul dan bagaimana nilai-nilai yang melekat pada karya seni yang diciptakannya menjadi penting.  Ruang ini adalah proses menyaring inti berlian dengan membongkar bongkahan bukit berbatu, menyaring tanah dan lumpur, kemudian mengaduk kembali dengan berbagai proses-proses eksperimentasi yang tidak sederhana dan rentang waktu yang panjang.
Saya berupaya membahas secara terperinci proses kerja kreatif dan temuan-temuan metode penciptaan seni dan memaparkan pengembangan berbagai metodologi penciptaan seni masing-masing seniman yang memiliki kecenderungan hybrid.  Berbagai pendekatan kritis dilakukan untuk menggali konsep dasar penciptaan dengan memprovokasi kesadaran kreatifnya dan mengenali pendekatan kreatifnya untuk membongkar kembali metode sekaligus menganalisis ruang eksperimentasi.   Informasi ini dipaparkan secara komprehensif sebagai representasi segenap konsep dasar penciptaan seni yang tengah dimatangkan sampai saat ini.  Lebih lanjut saya mencermati temuan-temuan sebagai berikut:
A.    AT. Sitompul
1.    Inspirasi dan Orientasi Estetik
Bagi AT. Sitompul sebuah inspirasi mampu merangsang ide dan memacu kreativitas yang pada akhirnya mampu memotivasi diri dengan menjaga intensi kreatif yang bergairah dan eksploratif.  Ketika ia mulai berkarya senantiasa berawal dari rangsangan sumber inspirasi karena baginya disitulah pintu aktivitas kreatif dibuka atau malah senantiasa terbuka. Inspirasi berperan penting dan integral sebagai salah satu bahan baku utama dalam mengeksplorasi energi imajinasi dalam memperkokoh konstruksi gagasan sepanjang proses kreatif berlangsung.  Tak jarang ketika dorongan yang kuat untuk berkarya sudah barang tentu begitu melimpah inspirasi bermunculan saling salip maka seorang Tompul justru hanya melakukan prioritas-prioritas yang relevan dengan kebutuhan dan kecenderungan proses kreatifnya.  Pada poin ini ia memprioritaskan hasil reka visual kendati akhirnya konsep karyannya bisa berubah atau terjadi pengayaan aspek eksotika visual yang mengedepan.  Atau malah sebaliknya ia mengusung konsepsi tertentu kemudian memformulasikan idiom-idiom formal yang ia kuatkan sebagai perekat nilai estetik yang dibangunnya.
Kehadiran inspirasi pada rangkaian proses kreatif baginya selalu muncul dengan dadakan, sekonyong-konyong ketika memperoleh insight atau mungkin karena ketika berkarya.  Meskipun dalam perjalanan proses kreatifnya ia selalu berfikir ‘diapakan lagi ya ini karya…’, tampaknya ini yang memicu terjadi perubahan-perubahan atau pengembangan-pengembangan baik secara visual, teknik kreasi maupun konstruksi nilai yang menjadi tesis-tesis pada tiap karyanya.  Pada prinsipnya bekerja dengan tumpuan sumber inspirasi namun ia membebaskan inspirasi lain muncul ketika berkarya.  Jika inspirasi muncul tiba-tiba yang mampu menaikan derajat estetik maka ia bisa menjumputnya seketika itu juga karena dorongan atas sumber inspirasi atau sumber inspirasi muncul, tumbuh, dan berkembang begitu saja ketika tengah melakukan proses kreatif.  Proses ini sesungguhnya menjadi kelaziman seorang seniman dalam melakukan proses penciptaan seninya, namun tak sedikit disadari sebagai sebuah metode untuk menjaring ‘inventarisasi’ ide yang begitu kaya.  Bayangkan setiap kali muncul ide kemudian memicu ide-ide lainnya bermunculan sepanjang proses ide dalam proses inkubasi hingga ide mewujud dalam produk visual yang memukau.  Maka sungguh kita dikayakan pada setiap proses penciptaan seni yang memiliki intensi lonjakan yang tetap terjaga dengan baik.
Ketertarikannya pada buku-buku sejarah seni rupa dan buku-buku yang mendokumentasikan khasanah motif-motif tradisi, motif-motif geometris, macramé, tapestry dan berbagai dokumentasi penting karya-karya indivual maupun karya industri yang mengeksplorasi garis sebagai bahasa visual.  Alasan pokok menyukai informasi tekstual sejarah lebih dikarenakan upaya pencermatannya pada perkembangan sejarah seni rupa untuk mawas diri untuk tidak mengulang sejarah semata, namun upaya kerasnya untuk menjadi bagian dari sejarah seni rupa ke depan menjadi penting dicermati lebih lanjut.  Kecintaannya dengan garis, bentuk-bentuk geometris dan motif tradisi yang juga menjadi bagian penting dalam memperkaya dan melakukan kedalaman visual sekaligus konseptual sebagai upaya memperkuat kecenderungan karya-karyanya.
Kecenderungan musik yang mengumandang dalam studionya adalah musik-musik yang ngebeat tempo musiknya karena mempengaruhi simulasi otak dan psikologisnya yang menggiali kerja dengan durasi 8-16 jam sehari.  Karakter musik pilihannya sangat beralasan untuk memberikan ruang nyaman bagi psikisnya, membangkitkan emosi, gairah batin, dan mengakomodasi kinerja otak kanan dalam menerjemahkan setiap instrumen maupun lirik lagu ke dalam ruang imajinasi yang senantiasa muncul bentuk-bentuk imajiner.  Tidak penting apakah ini signifikan pada karya-karyanya tetapi justru yang lebih penting adalah bagaimana musik mampu mengelola dan menjaga spirit hidup dengan menciptakan karya-karya terbaiknya.  Keterpukauannya pada film-film kolosal klasik baik film Amerika, Ingris, Jerman, China, Jepang dan Indonesia karena ia ingin merasakan eksistensi dirinya pada representasi masa itu, sebuah kehendak untuk menelisik sejarah perkurun waktu.  Dengan begitu kita menjadi tahu bagaimana peradaban bergerak dan kebudayaan dikayakan dengan detail-detail pada kisah kolosal klasik tersebut.  Bagaimana budaya lisan beranjak ke budaya sastra tulis dan mengalami lonjakan pada akumulasi budaya visual dengan pencanggihan teknologi digital dan animasi.  Citra kolosal secara tidak langsung terefleksi pada berbagai hamparan detail-detail karyanya. 
Jejalin inilah yang menstimulus semua aspek organis di dalam dirinya dalam melakukan semua tindakan kreatif dan menikmati ruang-ruang yang baginya hidup, hidup dalam ruang imajinasi pada template-template atau file virtual otak yang sebelumnya dikejutkan sensasi-sensasi tertentu dan jutaan sel syaraf yang diguncangkan bahkan ketika berada pada situasi itu baik secara visual, konseptual, tekstual maupun kontekstual.  Rangkaian ini memberi pengaruh signifikan terhadap kerja kreatif, emosi individual terhadap bacaan, tontonan dan atmosfer bunyi-bunyian yang disukainya itu mempengaruhi emosi dan kerja otak.   Semua berperan memotivasi tindakan kreatifnya. Saya pikir semangat ini layak bagi seniman yang memiliki visi masa depan.
Orientasi proses penciptaan seni yang diacu AT. Sitompul sejak awal ialah membangun wacana melalui rekonfigurasi visual dan sentuhan konsepsi yang lugas.  Orientasi kreasinya mengacu kesadaran penuh akan penguasaan diri dalam berkarya. Jadi berkarya tidak hanya mengalir begitu saja, tetapi benar-benar tahu dan jelas akan apa yang dilakukan.  Ia berorientasi pada kekuatan pikir sebagai cara melakukan eksplorasi gagasan imajinatifnya tanpa batas.

2.    Konsep Perubahan  dan Konsep Proses kreatif dalam Perspektif Neurologis
 Orientasi perubahan menjadi bagian penting eksplorasi kreatif misalnya saja didalam menentukan seri seni grafis yang sudah dikonvensikan secara internasional mengenai perfeksi hasil cetakan seri grafis murni.  Nah justru ditabraknya dengan diimbuhi sentuhan handcoloring, hand coloring yang diserikan dalam satu karya dengan master yang sama dan kadang ia jadikan master grafisnya dipresentasikan sebagai karya.  Master grafis berdampingan dengan karya grafis.  Sampai saat ini, hal tersebut belum dapat pengakuan, karena masih sangat baru didalam kesenian seni grafis.
Distinctive merupakan sesuatu yang berbeda menjadi trik kuno yang tetap dilakukan seorang seniman dalam politik identifikasi, naïf jika berangkat dari situ.  Tetapi distinctive selalu bertumpu pada bagaimana melakukan kerja kreatif dengan intensi-intensi tertentu melalui totalitas untuk melakukan pengembangan-pengembangan karya inovatif niscaya menemukan karakteristik khusus.  Ia menikmati proses menuju distinctive bukan sekedar berbeda.  Dengan begitu kita memiliki kepantasan memimpikan sebuah lompatan-lompatan baru secara konseptual dengan ‘amunisi baru’ berupa lentingan-lentingan yang mencolok dari sebuah praktik presentasi. 
Dalam beberapa sesi diskusi sebelumnya, Tompul nampak ingin melakuakan kebaruan mengenai esensi seni Abstrak dengan melakukan advokasi-advokasi visual sebagai bentuk revitalisasi bukan sekedar formalistik tanpa kedalaman.  Format abstrak justru lahir atas relasi-relasi yang berkaitan dengan kedalaman, konseptualitas dan spiritualitas.  Kemunculan satu item form saja harus teruji dengan argumentasi estetika dan bahkan bisa diurai dengan hasil temuan riset yang serius.  Sampai pada titik tertentu, bahwa form tersebut dapat dijadikan pintu masuk ke kedalaman keseluruhan subjek-subjek yang dihadirkan secara utuh.  Ini bagian tindakan revitalisasi nilai. Tindakan kreatif untuk menerjemahkan impian dan kekuatan imajinasi anda bagi proses penciptaan.  Ada pernyataan Tompul yang menarik ketika merespons sebuah pertanyaan yang saya ajukan, ‘Jika brainstorming menjadi posisi penting dalam proses kreatif anda.  Seberapa berani apa anda mengambil keputusan ‘gila’ dari kerja kreatif anda’, dengan tegas ia menjawab ‘saya berani meninggalkan ide atau konsep awal, jika ternyata dari sketsa-sketsa pemikiran maupun visual yang dilakukan kontinu dan dikembangkan, ternyata bakal menghasilkan bentuk visual (visual form) yang menggugah tapi sudah tak cocok dengan ide awal maka saya akan mengkaryakannya walaupun sudah tidak cocok dengan ide atau konsep awal’.

3.    Eksplanasi Visual Pencitraan Font Baru dan Nilai Estetis
Berkaitan dengan dunia ide, dalam neurologi sangat banyak ilmuwan yang meneliti kerja otak manusia.  Peran dan kinerja otak belahan kiri manusia secara umum dieksplorasi fungsinya berkaitan dengan kemampuan komunikasi verbal, berpikir logis, analitis dan senderung dinamis.  Sedang otak belahan kanan nyaris tidak tereksplorasi secara maksimal, otak kanan cenderung diam statis, tidak liner, imajinatif, intuitif dan naluriah.  Dalam proses pemunculan gagasan biasanya dituntaskan oleh kinerja otak kiri yang mengeksplorasi berbagai komponen kepekaan sebagai dasar penting kemudian pada saat tertentu kinerja otak kanan dikontrol dengan kekuatan analitis belahan otak kiri sampai pada tahapan evaluatif.  Jika otak kanan manusia dikelola maksimal kemampuannya, maka manusia memiliki peluang besar menjadi genius dan melahirkan gagasan-gagasan monumental, imajinatif dan tentu merangsang pemikiran-pemikiran baru.  
AT. Sitompul mengakui bahwa ia tidak cukup baik mengenal ilmu neurology. Paling tidak itu yang dinyatakannya saat saya merangsang untuk melakukan eksplorasi neurology karena saya seringkali mengamati ia suka bekerja menggunakan kedua tanggannya dengan cukup baik.  Namun, sesunggunya pada proses kreatifnya ia mengimplementasikan proses-proses neurologis, baik pada saat memotong, memasang kanvas, menggunakan gun tacker, menggurinda, menempel maupun menancapkan paku repeart dan baut mur pada plat bordes dan beberapa aktivitas kecil lainnya.  Karena ketika kita menggunakan organ fisik kita dengan tangan kanan maka orientasi dan kontrol otak kiri yang selalu bekerja.  Sehingga otomatis kinerja otak kanan dibiasakan melakukan kontrol pada saat kita melakukan aktivitas sehari-hari dengan tangan kiri.  Sebuah pertanyaan sederhana saya ajukan kepadanya ‘pernahkah anda berpikir terbalik atau semacamnya?’.  Ia menyatakan bahwa ia tidak pernah berfikir sejauh itu tetapi, yang menjadi salah satu keunikan saya dalam kehidupan, saya bisa menembak dengan senapan angin dengan menggunakan baik tangan kanan atau tangan kiri yang memegang trigernya dengan baik, hasilnya tetap sama dan saya tidak canggung.  Satu hal lagi yang unik, ketika tangan saya berdoa (saling menggenggam) jempol kiri saya yang diatas bukan jempol kanan padahal saya bukan seorang kidal.  Sebuah tantangan sederhana untuk melakukan eksplorasi neurologis.  Ini secara tak sadar seorang seniman memberdayakan kinerja otak kanannya lebih dominan meskipun masih tetap melakukan kontrol struktur, sistematik, analitik maupun evaluatif.
Seorang instruktur seni Universitas Negeri California, Bety Edwards pada tahun 1979 dibantu Prof. Spery  memindahkan  laboratorium ke ruang keluarga.  Kemudian ia menerbitkan buku spektakuler ‘Drawing on The Right Side of The Brain’.  Ia menolak gagasan bahwa sebagian orang tidak mempunyai kemampuan artistik danTompul menganggap dirinya termasuk orang dikategorikan yakni potensi dasar berupa talenta hanya 1 %, dan sisanya 99 % adalah aktivitas latihan.  Sebuah projek yang menarik pada kerja kreasi seorang Tompul dalam mengelola kinerja otak kanan yang tak sekedar mengabstraksi font dengan sentuhan optical art namun kehendak untuk merumuskan kembali bentuk abstraksi font yang sudah tahun kedua masih menjadi fokus kerja estetiknya selama ini.  Jadi saya akan menurunkan beberapa karya lama pada bordes alumunium dan kanvas.  Pada karya mutakhir ia mengeksplorasi teknik-teknik relief lagi tetapi tidak dengan bordes lagi yakni dengan media karpet beludru diatas kanvas.  Subject matternya mengeksplorasi font kaligrafi latin yang dipetik esensi bunyinya dengan persetubuhan bentuk abjad secara umum diacu dan pengelolalan aspek visual geometris untuk menemukan citra-citra baru secara personal.
Pendekatan-pendekatan metodologis yang mampu menguatkan paradigma atau justru menghancurkan paradigma tertentu yang hendak dilawan atau pertentangannya bagi Tompul cukup penting dilakukan karena mampu merangsang terobosan-terobosan baru untuk mengontruksi karya-karyanya.  Spirit karyanya ini memiliki aspek kritis terhadap upaya menghancurkan atau menguatkan paradigma sebelumnya, tapi lebih ke arah untuk merekontruksi paradigma yang sudah ada. Tanda visual apa saja dapat dijadikan pintu masuk ke gagasannya sehingga mampu mempresentasikan dengan baik berbagai konsep yang mampu mengguncang persepsi.  Bagi Tompul hal tersebut ketika mengekplorasi bentuk geometris terutama yang berbentuk dasar kotak dan lingkaran.  Penggunaan kotak sebagai metaphor ketegasan dan lingkaran sebuah metaphor keluwesan.
Beberapa karya terakhir seputar mengolah relief dengan bahan karpet beludru sintetis yang dipotong, diiris dan dilobangi berdasarkan eksplorasi bentuk font abjad yang selama ini dirumuskan secara visual.  Font yang menggambarkan bentuk-bentuk geometris yang sudah diolah kembali, dengan cat yang dimasukkan ke dalam botol kemudian menulis dengan cat yang keluar dari dalam botol.  Sensasi kumpulan font yang seperti sebuah kode.  Sensasinya ketika berada pada saat ia tidak mmemahami dan rasa penasaran atas makna tulisan tersebut.  Berbagai sign yang tabrakkan untuk menemukan berbagai hal baru.  Sebuah kealpaan kita mengenai kapan huruf-huruf itu muncul, dari mana bentuk-bentuk huruf tersebut, kebudayaan mana yang pertama kali merumuskan dan kapan menjadi konvensi.  Gejala visual dengan konsepsi sederhana ini saja sesungguhnya mampu menjadi penanda proses kesenian yang mungkin mampu menjadi rujukan bagi pembahasan karya sejenis sebagai studi komparatif untuk kepentingan pengayaan wacana seni rupa kita secara universal.
AT. Sitompul seorang pencinta kaligrafi, sampai pada lengan tangan Tompul juga ada tattoo sebuah kaligrafi Batak.   Setelah ia memahat  aksara Batak Toba melalui tattoonya, ia penasaran dan memunculkan pertanyaan bagaimana asal huruf tersebut bisa tercipta.  Lantas mencoba-coba menelusuri berbagai referensi teks dan referensi visual sebagai dasar pijakan eksplorasinya.   Ia mencoba berangkat dari presentasi bentuk-bentuk geometris yang sudah bertahun-tahun digeluti. Ia mengeksplorasi lebih lanjut bentuk dasar dari font atau huruf dan akan dituliskan dengan cat melalui botol, agar muncul efek tekstur. Bentuk geometri yang sudah diolah kembali kemudian dikonfigurasikan layaknya susunan huruf yang terbaca atau sebaliknya tak terbaca secara tekstual namun membangun gugusan visual baru yang estetis.  Ia kadang membayangkan karyanya akan seperti prasati 10 Hukum dari Tuhan, yang seperti film Ten Comand.

B.    Dedy Sufriadi
1.    Membeli Langit:  Obsesi, Orientasi dan Visi Kreatif

Inspirasi bagi Dedy Sufriadi adalah semacam ‘pemantik’ untuk melakukan sesuatu karena melalui inspirasi semuanya dimulai.  Di sini inspirasi jadi hal yang sangat penting, tanpa inspirasi mustahil kita bisa menciptakan produk-produk imajinatif.  Inspirasi bisa datang dari mana saja dan kapan saja, kemunculannya bisa dari hal yang besar bahkan sampai hal yang paling sederhana.  Seberapa jauh inspirasi membentuk karya yang akan dihasilkan tergantung seberapa kuat inspirasi tersebut pada awalnya melekat dan dorongan seseorang mengeksplorasinya.  Inspirasi menjadi pencetus apa yang akan kita ciptakan.  Insprasi ibarat sebuah kotak kosong, kita bebas mengisi ruang yang ada di dalam kotak tersebut dengan apa saja, tidak tertutup kemungkinan kita membungkus kotak tersebut dengan kotak baru atau melucuti dan membongkarnya ‘mendekonstruksi’ kotak tersebut kemudian merekonstruksi menjadi citra baru.  Ada proses tawar menwar disini.  Peran intuisi dan logika akan bernegosiasi dengan kemampuan ‘motorik’ seorang seniman, bisa saja seniman terinspirasi dari seekor kera yang bisa memanjat pohon ratusan meter kemudian memicunya sebagai proses pencapaian luar biasa dalam mengeksplorasi semua potensi dirinya.   Tentu saja untuk melakukan hal yang sama harus ada proses tawar menawar antara imajinasi, intuisi, logika dan  kemampuan motorik.
Ketika dorongan kuat untuk melakukan proses kreatif tentu begitu melimpah inspirasi bermunculan saling salip kemudian akan dipilih dan kembali mencari inspirasi apa saja yang memungkinkan untuk di eksekusi terlebih dahulu dengan pertimbang kemampuan fisik, finansial dan seberapa penting karya tersebut bisa dihadirkan.  Artinya Dedy dalam hal ini akan memilih inspirasi yang memiliki kemungkinan besar untuk diterjemahkan ke dalam artikulasi visual kerja kreatifnya.  Inspirasi bisa datang di awal proses berkarya, tetapi tak jarang inspirasi datang kemudian.   Inspirasi bisa saja tumbuh dan berkembang ketika tengah melakukan proses kreatif.   Akhir-akhir ini yang ia alami bahwa inspirasi lebih banyak muncul ditengah proses kreatif.  Hal ini dikarenakan beberapa tahun terakhir ini ia  menerapkan pola kerja secara konstan, memulai bekerja dari jam 8 pagi sampai sore hari.  Berkesenian baginya sudah menjadi rutinitas sehari-hari.  Pola semacam ini mempersempit ruang baginya untuk merenung lebih jauh tentang  apa yang akan di buat dan dimulai.   Pada tahap awal ia lebih banyak bermain-main dengan berbagai media dan kemungkinan-kemungkinannya.  Dari situlah mulai ‘tumbuh’ inspirasi berbarengan dengan tahap-tahap yang harus dilakukan selanjutnya dan memunculkan banyak gagasan yang berbanding lurus dengan pencapaian artistik yang dipicu tingginya adrenalin dalam proses kreatifnya.
Dedy dalam kesehariam tidak ada kecenderungan khusus mengenai bacaan, music, atau film favorit, ia melahapi buku apa saja, menyedapi film apa saja yang mampu membawa dunia bawah sadarnya pada rasa nyaman untuk mengelana ke mana-mana dan menikmati musik apa saja yang bisa memicu nyali berkesenian dan melejitkan visi hidupnya.  Ia menyuntukinya tergantung dengan suasana hati dan kebutuhan kreatifnya.  Hal ini membawa dampak keliaran imajinasi yang berkembang untuk mengeksplorasi berbagai hal yang inspiratif dan menuntaskannya dalam proses kreatif di laboratorium kreatifnya.  Dedy yang senantiasa berusaha untuk bisa menerima berbagai macam perbedaan kemudian dengan udah menemukan spirit secara situasional baik visual, konseptual, tekstual maupun kontekstual.   Secara visual memeberikan dampak beragam bagi karya-karyanya.  Dengan tanpa beban bisa melompat dari teknis satu ke teknis yang lain, dari gaya A ke gaya B dan dari konsep satu ke konsep yang lain.  Pengaruh peran emosi individual terhadap bacaan, tontonan dan atmosfer bunyi-bunyian ia sukai terhadap perubahan emosi dan kerja otak.  Pada kenyataannya tidak bisa serta-merta mengeksekusi sejumlah pengaruh tersebut tanpa ada proses pemilahan terlebih dahulu.  Emosi harus bisa direduksi dengan konsep inkubasi, seperti hal di atas dengan mencoba mengakumulasi semua pengaruh tersebut (bacaan, musik, dan film).  Ia percaya bahwa proses penciptaan seninya merupakan hasil dari semua akumulasi pengaruh-pengaruh tersebut.  Orientasi proses penciptaan seni adalah dengan menciptakan karya dengan teknis dan ide sebaik mungkin.
Ia sangat antusias ketika saya tanya ‘Inginkah anda mencolek langit dari proses panjang kesenimanan anda kelak?’  Kemudian ia menyatakan dengan lugas bahwa ‘sebuah komitmen besar sebagai seorang seniman harus bercita-cita tinggi, hasil akhir tetap akan ditentukan oleh kinerja dan dedikasinya.  Kerja yang bagus akan mendatangkan hasil yang baik.  Semoga dengan hasil yang baik tidak sekedar mencolek tapi bisa membeli langit hahahahha...’  Karena ia meyakini, tidak akan ada lompatan besar tanpa dilandasi kerja yang sistematis dan terukur.  Lompatan besar akan terjadi jika urutan-urutan ini bisa diselesaikan dengan baik.  Baginya kebanyakan gagasan penting berawal dari hal sepele, lebih banyak dari proses bermain, mencoba, dan tidak takut salah untuk melompat.

2.    Konsep Perubahan dan Pemahaman Eksplorasi Neurologis
Dedy menjadikan sebuah perubahan suatu kewajiban dalam proses kreatif dan dalam proses mendedah visi kehidupannya secara umum.  Bagaimana mewujudkan orientasi perubahan menjadi bagian penting eksplorasi kreatif baik ide maupun teknis seorang seniman harus tetap melakukan perubahan tersusun artinya seniman harus membuat periodesasi-periodesasi penting bagi keseniannya.  Periode ini berfungsi untuk memudahkan pembacaan dan evaluasi.  Distictive? sulit untuk menemukan sesuatu yang benar-benar berbeda,  yang ada sekarang adalah peminjaman dari masa lalu seperti proses pembentukan interteks.  Yang terpenting sekarang seniman tidak perlu mencari-cari kosep dan citra distinctive yang sesungguhnya proses sederhana untuk ‘memperbaiki’ dan ‘meminjam’ sesuatu yang sudah ada justru lebih menarik.  Tak ada hasil yang bagus tanpa kerja keras dan tak ada kebaruan tanpa pemikiran yang intens.   Kita dapat memimpikan sebuah lompatan-lompatan baru secara konseptual dan memerlukan ‘amunisi baru’ berupa lentingan-lentingan yang mencolok dari sebuah presentasi visual anda bukan?  Kebaruan penting, tapi bukan yang utama, sedapat mungkin kita membuat dan memperbaiki apa saja yang sudah pernah ada.  Kemudian suatu ketika  kita menemukan sesuatu yang menarik untuk ditambahkan ke dalam sesuatu yang sudah ada.
Istilah brainstorming melekat pada kerja kreatif.  Namun tidak seperti pada umumnya brainstorming di atas kertas, brainstorming di lakukan bersamaan dengan proses berkarya (melukis).  Dalam proses kreatifnya Dedy biasanya menghadapi 3-5 kanvas sekaligus,  proses brainstorming dilakukan dengan mencoret atau melakukan sapuan-sapuan cat diatas kanvas.   Dari proses inilah akan di runtut kembali apa yang harus dibuat, dibuang maupun di tambahkan.  Praktis dengan cara seperti ini ia dengan cepat menemukan kembali gagasan-gagasan yang sebelumnya lepas kini bisa diurai kembali bahkan mengkristal karena brainstorming berlangsung ketika proses kreatif berlangsung sembari ia menerjemahkan impian dengan menuangkan gagasan imajinatifnya.  Peran intuisi kadang lebih dominan, terjemahan kekuatan impian dan imajinasi di atas kanvas  kadang lebih ditentukan oleh kekuatan improvisasi.  Dan, keputusan-keputusan gila bisa secara otomatis dapat diterjemahkan dengan melakukan hal-hal baru yakni dilakukan dengan eksperimen-eksperimen media baru.  Peran dan kinerja otak belahan kiri manusia secara umum dieksplorasi fungsinya berkaitan dengan kemampuan komunikasi verbal, berpikir logis, analitis, dan cenderung dinamis.  Sedang otak belahan kanan nyaris tidak tereksplorasi secara maksimal, otak kanan cenderung diam statis, tidak liner, imajinatif, intuitif, dan naluriah.  Pemberdayaan kinerja otak kanan yang cenderung intuitif, berarti dapat disimpulkan bahwa kecerdasan seniman adalah kecerdasan intuitif bukan analitik.  Peran intuisi sangat signifikan bagi pelukis abstrak yang mendasari proses kerja dengan menghampar pesona fantasi dan kekuatan intuisi.  
 Hal yang besar selalu berawal dari imajinasi karena imajinasi bisa membuat apa saja. Untuk mewujudkan imajinasi menjadi benda konkret maka imajinasi (otak kanan) harus bekerjasama dengan logika (otak kiri).  Artinya dalam praktiknya kinerja otak kanan adalah pemicu sedang kinerja otak kiri yang menentukan hasil akhir.  Baginya peran otak kanan yang besar terutama untuk karya-karya abstrak.  Proses tersebut di tentukan oleh kemampuan improvisasi dan intuisi yang bisa dipertajam dengan latihan dan kerja terus menerus.  Ini semacam treatment untuk melakukan eksplorasi neurologis secara sederhana yang berkesusaian dengan orientasi penciptaan seni sebagai proses mengeksplorasi ketuntasan gagasan pada batas terjauhnya. 
Eksplorasi yang demikian bagi Dedy sudah sering dilakukan, dimulai dengan hal sederhana misalnya dengan  sering menggunakan tangan kiri untuk melukis.  Pada periode ‘childist’ awalnya tangan kiri dipakai untuk mencari bentuk-bentuk teks dan visual form yang naif layaknya seorang anak kecil sedang melukis dimana kemampuan motorik tangan kanan yang sangat terlatih menyulitkannya -juga pada kasus orang dewasa kebanyakan- untuk menemukan goresan seartistik anak-anak.  Menguasai ruang ekspresi anak adalah projek utamanya untuk melakukan transformasi ide ke dalam visualisasi bercitra childist.  Ketika kita menggunakan organ fisik kita dengan tangan kanan maka orientasi dan kontrol otak kiri yang selalu bekerja.  Bagaimana jika anda balik? Sehingga otomatis kinerja otak kanan dibiasakan melakukan kontrol pada saat kita melakukan aktivitas sehari-hari dengan tangan kiri.  Pernahkah anda berpikir terbalik atau semacamnya.  Untuk kegiatan sehari-hari sangat sulit untuk menggantikan peran otak kiri yang cenderung rasional dan terukur.  Untuk mengangkat beban, menghitung jarak, menulis, menonton, dan membaca otak kanan lebih dominan, otak kanan cenderung dikesampingkan.  Otak kanan dapat dipakai untuk proses-proses improvitatif, melukis bermusik, dan kerja intuitif lainnya.

3.    Brainshocking: Mengelola Persepsi dan Proses Rekonstruksi Estetik

Brainshocking dapat diterjemahkannya secara harafiah sebuah tindakan inisiatif yang menghasilkan efek ‘guncangan’ otak (pikiran), pada umumnya istilah ini dipakai untuk nenunjukkan kondisi keterpukauan (terguncang) otak akibat tak terkonfirmasikan dengan pengalaman empiris yang tidak biasa.  Berkaitan dengan kerja otak dan kepekaannya untuk menginterpretasikan keterpukauan atas subjek.  Segera secara otomatis mencari rujukan-rujukan konvensi namun tak memperoleh relasinya.  Jika belahan otak kiri berpikir sistematis, struktural, superior dalam analisa dan menguasai artikulasi verbal.  Dan, pada belahan otak kanan berpikir holistik, mengenali pola-pola, mengonstruksi pola-pola, imajinatif, intuitif, dan presentasi ekspresi-ekspresi visual.  Namun dalam kehidupan sehari-hari peran otak kiri begitu dominan dan menekan tindakan eksperimentatif yang sesungguhnya mampu mengubah dunia.  Tinggal tergantung porsi tertentu yang mana yang berperan lebih dominan.  Imajinasi (otak kanan) terkadang melampaui logika untuk mewujudkan imajinasi menjadi bentuk diperlukan kontrol otak kiri.  Begitu juga sebaliknya.
Seorang seniman tentu memiliki pola kerja kratif yang demikian menggilai kerja–kerja eksperimentatif yang membangun pola-pola kerja spesifik serta memerlukan ritme kerja otak kanan sehingga melahirkan ide-ide gila dan eksekusi visual yang mengguncang persepsi dan imajinasi orang lain.   Ide-ide gila tidak selalu identik dengan sesuatu yang baru atau ‘kerja besar’.   Baginya ide yang menarik justru hal-hal kecil keseharian yang terkadang luput dari perhatian.  Seniman yang cerdas mampu merepresentasikan hal tersebut sehingga menimbulkan ‘brainshocking’.  Misalnya, bagaimana seorang Andy warhol mempresentasikan kembali kemasan dan iklan popular menjadi karya seni yang menarik.  Atau bagaimana Jean-Michel Basquiat  ‘mengkanvaskan’ graffiti yang bertebaran di tembok dan memamerkannya di dalam galeri.  Ini semacam presentasi nyali untuk menggedor persepsi publik mengenai satu hal dan reaksi-reaksinya.
Pernahkah kerja seni anda sebagai laboratorium brainshocking?  Selalu ada tujuan kearah sana, sekecil apapun tedensi untuk memberikan kejutan kepada orang lain dengan memberikan efek kejut ‘shocking’ atau tidak hanya penikmat yang merasakan namun atmosfer ruang sekitar karya tersebut memperoleh pengaruh yang signifikan.  Sebagai medium rekreasi seni mampu merefresh semua kejenuhan dari rutinitas sehari-hari dan merefresh dapur kreativitas, paling jauh seni hanya perpanjangan tangan untuk  menampar orang supaya sadar.  Karya-karya yang didasari dari konsep-konsep yang mendorongannya untuk terus bereksplorasi dengan hal-hal yang kecil dan sederhana yang berangakat dari ide-ide keseharian yang kadang terabaikan.  Setidak-tidaknya mampu memberikan gangguan dan pemcerahan terhadap kemapanan seni visual pada saat itu.   Di sini terlihat dengan jelas bahwa imajinasi berhasil berdialog dengan logika dan bahkan bernegosiasi dengan teknologi. 
Kisah seorang instruktur seni Universitas Negeri California, Bety Edwards pada tahun 1979 dibantu Prof. Spery memindahkan laboratorium ke ruang keluarga.  Kemudian ia juga menerbitkan buku spektakuler ‘Drawing on The Right Side of The Brain’.  Ia menolak gagasan bahwa sebagian orang tidak mempunyai kemampuan artistik.  Dan, pada akhirnya ia juga mengamini  Robert Ornstein dalam ‘The Right Mind’ bahwa sebagian penulis popular menyatakan bahwa belahan otak kanan merupakan kunci untuk memperluas pemikiran manusia, menghidupkan trauma, menyembuhkan autis dan seterusnya.  Dedy langsung menanggapinya bahwa setiap manusia di anugerahi kemampuan artistik.  Pemaham tentang artistik tergantung dari pengalaman empiris.  Kemampuan artisitik bisa dilatih meskipun seorang akan sulit melukis, mengenali, dan meggilai lukisan abstrak kalau kesehariannya jarang menemui lukisan abstrak.  Untuk bisa menikmati rasa pedas kita harus akrab dengan cabe dan merica. Begitulah ia menyikapinya.
Memahami konsep Out the box bukan berarti benar-benar harus keluar dari kebiasan lama, baginya out the box bisa diartikan meniggalkan sejenak rutinitas, mencoba hal-hal baru yang belum pernah di coba, atau  melakukan kolaborasi keduanya.  Seperti saat ini ia akan meneruskan eksplorasinya tentang teks sebagai subject matter masih belum tuntas ia pahami dan sampai menemukan batas kedalamannya.  Penggunaan teknik silkscreen akan tetap ditempuh dengan melakuakn penambahan tekstur di beberapa bagian.   Orientasi kreatifnya akan melanjutkan paradigma yanng sudah ada.  Di Jogjakarta ia merasa bukan satu-satunya seniman yang menggilai teks sebagai bahan eksplorasi.  Ia meyakini dirinya sebagai seorang seniman  yang mencoba memberikan aternatif lain dari apa yang sudah ada dengan mencomot beberapa bagian dari seniman lain yang menurutnya menarik dan memformulasikannya dengan kekayaan teknik yang dimiliki. 

4.    Eksplorasi Konseptual: Hypertext, Eksistensialisme dan Eksperimentasi
Tanda visual yang dijadikan pintu masuk ke sebuah gagasan sehingga mampu mempresentasikannya semua dengan mengolah bahan baku teks sebagai subjek.  Pada proses kreatif Dedy sebagian teks akan direpetisi dengan mencoba menyusun secara konstan tetapi ada beberapa bagian yang akan dihancurkan dan tidak akan lagi terbaca.  Adapun metaphor yang cenderung dan dominan dipergunakan ialah citra teks sebagai interpretasi atas berbagai hal yang menggelisahkan.  Akhir-akhir ini teks menjadi kajian dalam seni lukisnya, teks tidak lagi hanya sebatas ‘penghias’ tetapi lebih jauh teks mengambil peran penting dalam periode ini.  Teks kemudian bisa berfungsi ganda sebagai elemen artistik (visual) dan estetik inheren dengan persoalan nilai filosofisnya.  Sebagai elemen artistik teks berfungsi sebagai pengganti unsur garis yang dominan pada lukisannya terdahulu.  Pada penciptaan karya seni sebelumnya, unsur garis-garis tersebut digantikan oleh penulisan huruf latin di kanvas.  Maksudnya, huruf yang dipakai dalam tulisan sehari-hari ternyata mempunyai karakteristik yang sangat unik dan berbeda satu dengan yang lainnya.  Di luar wilayah ‘makna’, huruf Latin, Cina, Arab, dan etnis lainnya ternyata bisa diolah menjadi elemen abstrak yang menarik dan sangat impresif. 
Karyanya dominan mengelola teks dan huruf akan dibuat menonjol dengan menambahkan media tekstur, baik semen maupun fiberglass.  Ia membayangkan tekstur kasar ditembok diubah representasinya seakan membentuk huruf-huruf dan teks.  Huruf dan teks tersebut merupakan jejak-jejak dari huruf yang diproduksi mesin pabrik yang ditekan di atas tekstur.  Teknik menggunakan tekstur yang sering di pakai Aming Prayitno, AD. Pirous dan seniman generasi 60-an yang menjadikan tekstur bagian penting proses kreatifnya.  Teknik ini sekarang jarang dipakai oleh pelukis kontemporer, dengan begitu Dedy mencoba menghidupkan kembali teknik ini melalui karya-karya konseptualnya.  Berharap publik sadar bahwa huruf yang dipakai dalam tulisan sehari-hari ternyata mempunyai karakteristik yang sangat unik dan berbeda satu dengan yang lainnya.  Perihal teknik dan temuan-temuan artistik, ia justru menganggap tidak ada temuan baru namun yang ada hanya pengulangan dan pengkayaan apa yang sudah pernah dibuat seniman lain sebelumnya.   Representasi ini sebagai jalan tengah, yang menarik adalah karya ini hadir kembali ketika seniman terdahulu yang pernah mengeksplorasi teknik semacam ini dan seniman yang baru seolah-olah melupakan teknik ini begitu saja.
Pada projek ini, teks dan hypertext akan menjadi objek utama kajian seni lukis.  Eksplorasi visualnya dengan menghadirkan elemen teks yaitu huruf menjadi karya seni lukis (dua dimensi) kemudian selanjutnya teks akan menjadi elemen visual lukisan dengan menghadirkan teks-teks yang masih bisa di baca dan teks yang tidak bisa lagi dibaca.  Ibarat sebuah layar monitor komputer dengan bermacam link dan hiperteks akan di hadirkan di lukisan lain.  Teks selalu hadir pada periode eksistensialisme, pada periode ini teks mulai bertebaran disetiap lukisan saya dan hanya berfungsi sebagai sampiran semata.  Kesadaran baru mulai muncul setelah periode eksistensialisme.  Selama ini elemen teks yang sering dipakai mampu memukaunya dan tak kering digali.  Teks tersebut layak sebagai pengganti  garis, goresan yang akan menarik jika hadir dan berdiri sendiri sebagai unsur visual. 
Beberapa tahun terakhir ia banyak disibukan dengan eksperimentasi-eksperimentasi proses kreatif yang didominasi oleh media campuran, beberapa puluh lukisan terbaru telah dikerjakan dengan melakukan eksplorasi secara mendalam subject matter teks sebagai kata kuncinya.  Awalnya pada periode eksistensialisme teks diumbar sebagai media artikulasi untuk menyampaikan sebuah narasi kemudian pada karya-karya mutakhir ini teks telah dikemas sebagai sebuah pola baru dan dikelola menjadi elemen visual.   Teks tampaknya jadi subject matter yang menarik untuk dibahas lebih jauh.  Semenjak 1996 ia telah memulai ketertarikan untuk mengekspose teks di beberapa karya.  Teks hadir berdampingan sejajar dengan unsur lainnya, bahkan teks dapat secara tegas mengambil peran strategis dan vital yang mampu menerjemahkan segenap pikiran, obsesi, opini, dan kegelisahan mengenai berbagai hal yang tak terjemahkan oleh bahasa visual.  Bermula dari peran teks dan relasinya ‘interteks’, disinilah titik pijak konseptualnya untuk mengusung subject matter teks pada setiap proses penciptaan seninya.  Dalam perkembangannya ia justru merasa terganggu beban makna ketika teks harus bisa dibaca.
Dedy Sufriadi selama ini menyuntuki eksistensialisme untuk menggali nilai filosofi tertentu karena eksistensialisme sangat melekat dengan kajian yang ia geluti sejak di bangku kuliah S1 sampai sekarang menjadi kajian pokok tesis program Magister Penciptaan Seni di ISI Yogyakarta. Secara sederhanya eksistensialisme dapat dijelaskan sebagai aliran filsafat yang menekankan eksistensial.  Para pengamat eksistensialisme tidak mempersoalkan esensi dari segala yang ada, yang perlu dipersoalkan adalah bagaimana segala yang ada itu berada dan untuk apa berada.   Kaum  eksistensialis memegang kemerdekaan sebagai norma.  Berdasarkan norma kemerdekaan kita bisa berbuat apa saja yang mampu mengoptimalkan hidup, dengan kata lain kita bisa saja mengabaikan konvensi yang mengurangi nilai optimal hidup termasuk konvensi-konvensi yang secara umum berlaku. 
Segi positif dan sekaligus daya tarik etika eksistensialis adalah pandangan tentang hidup, sikap dalam hidup, penghargaan atas peran situasi, dan penglihatan tentang masa depan.  Berbeda dengan pemikiran orang lain yang menganggap hidup ini selesai, yang harus diterima seperti apa adanya dan tidak perlu diubah, etika eksistensialis justru memberikan perlawanan. Hidup ini belum selesai, tidak perlu diterima apa adanya, dapat diubah, dan memang seharusnya diubah.  Ini berlaku bagi manusia secara pribadi, masyarakat, bangsa dan dunia seanteronya.  Orang yang memandang hidup sebagai sesuatu yang sudah selesai mempunyai sikap pasrah dan menerima, sementara kaum eksistensialis yang memahami hidup belum selesai, selalu berusaha, dan berjuang untuk memperbaiki hidup.  Bagi kaum eksistensialis setiap orang bertanggung jawab atas hidupnya sendiri dan selalu berusaha untuk mengembangkannya.      Pandangan kaum eksistensialisme yang mengedepankan subjektivitas tersebut memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap ide-ide penciptaan seni lukisnya sampai sekarang ini.
Kemudian Dedy secara khusus mengubah teks yang ingin diproyeksikan dalam projek penciptaan seni saat ini, dengan mencoba memanfaat material sederhana, semen dicampur dengan lem, maupun potongan-potongan kayu yng direkonfigurasi diatas multipleks kemudian di sapu dengan cat transparan.  Memberi pemahaman kepada pemirsa bahwa dari bahan-bahan sederhana tersebut dan hanya dengan penggunaan teknik yang sederhanya mampu menghasilkan karya yang menarik.  Perihal wacana apa yang ingin ia sampaikan dalam membangun paradigma baru atau justru berhadapan dengan paradigma tertentu yang ingin ia tinjau kembali perspektifnya.  Ia dengan nada kooperatif menyatakan bahwa proses kerja kreatifnya akan melanjutkan paradigma yang sudah ada.   Teknis yang tawarkan bukan suatu teknik yang luar biasa dan ia mencoba memberikan aternatif lain dari apa yang sudah ada.  

C.  Farhan Siki
1.  Visi dan Orientasi Estetika Farhan Siki

Inspirasi itu seperti sinyal, pantulan yang muncul dari peristiwa keseharian kita. ia selalu disebabkan oleh sesuatu yang mendahuluinya.  Peran penting inspirasi sebagai penunjang konstruksi estetika kira-kira formulasi saya begini; 15 % inspirasi, (15% rasa, 25% pikiran, 40% tindakan, dan 5 % ketakterdugaan).  Inspirasi mana yang ‘match’ dengan rasa, pikiran dan tindakan, akan mungkin segera bisa saya eksekusi menjadi karya.  Kehadiran inspirasi pada rangkaian proses kreatif adalah ketika Farkhan Siki merasa gelisah dan terganggu akan suatu hal pasti akan memikirkan hal tersebut setiap saat.  Disitulah inspirasi datang dengan segala pemantiknya, bagaimana memecahkannya bila itu sebuah masalah atau jalan buntu, atau bagaimana mewujudkannya bila ia seperti mimpi dan keinginan-keinginan.  Ia tak pernah patuh pada inspirasi awal atau ide awal, dinamikanya bisa bergeser 90 derajat bahkan 180 derajat. 
Terkait dengan pengembaraan imajinasi Farhan Siki menyukai buku-buku sejarah perang (politik) dan ekonomi, nonton film epic dan action dan suka music rock klasik juga jazz.  Sejarah perang/politik dan ekonomi baginya bisa memberi gambaran yang sangat komplit akan keunikan manusia-sebentuk antropomorfisme untuk narasi dalam karya.  Begitu juga dengan nonton film-film epic dan action.  Sementara musik rock klasik dan jazz adalah analogi akan suatu skill atau craftsmanship.  Ia menganalogikan pilihan-pilhan itu dalam proses berkarya.  Proses mempertemukan secara visual, konseptual, tekstual maupun kontekstual melalui tegangan atau friksi tarik menarik bahwa proses mencipta karya seni selalu dalam alur yang fluktuatif dan situasional.  Ia selalu mendekap lebih erat konsep dan bahasa (tekstual), sementara teks visual dan perihal yang kontekstual itu hal yang otomatis mengikuti sekaligus melekat.
Semua hal yang berkaitan dengan kecenderungan pilihan-pilihan tersebut memberi pengaruh signifikan terhadap kerja kreatifnya dan peran emosi individual terhadap bacaan, tontonan dan atmosfer bunyi-bunyian yang anda sukai itu mempengaruhi emosi dan kerja otak.  Sesungguhnya buku, film atau musik yang ia sukai itu adalah knowledge atau referensi sebagai vitamin atau penyuplai daya dan emosi tetapi bukan hal yang otomatis yang menyertai berkarya dengan kemelekatan nilai di dalamnya.  Orientasi kreatif yang Farhan acu bahwa berkarya itu harus jelas mau bicara tentang apa, bahasanya seperti apa, juga ‘attitude’nya dan juga harus beserta skill atau merujuk craftmanship yang dimiliki bagaimana. Itulah nanti yang bisa menampakkan jelas pada eksekusi akhirnya.  Farhan memiliki obsesi terhadap proses kreatif yang sedang diperjuangkan dengan kehendak keinginan berkarya dengan hal-hal biasa saja, hal yang semua orang juga mungkin bisa melakukannya karena hasilnya bisa jadi hanya berupa kesia-siaan belaka.  Tetapi baginya ini sebuah ruang eksplorasi yang sangat terbuka untuk memperoleh respons dan dapat dinikmati begitu dekat dengan ingatan masyarakat kita.
Ketika saya bertanya ‘inginkah anda mencolek langit dari proses panjang kesenimanan anda kelak?  Ia dengan tegas menjawab ‘of course’.  Dan, saya lanjutkan dengan ‘kekuatan imajinasi seperti apa sehingga anda harus membayar mahal dengan ideologi estetika yang belum karuan anda temukan?  Ia dengan lugas menyatakan bahwa ia selalu rajin mengupdate pengetahuan perkembangan terkini karya-karya seniman terkenal dunia melalui buku, majalah atau browsing internet.  Kemudian mengomparasi dengan periode karya-karya sebelumnya, adakah perkembangan yang signifikan dari proses kreatifnya.  Pada saat yang sama, mencari parameter sejauh mana perkembangan karya yang ia lakukan selama ini.  Bagi Farhan untuk menemukan gagasan-gagasan penting dalam proses penciptaan seni bahwa gagasan itu datangnya otomatis ketika kita memikirkan akan suatu hal.  Semakin dalam kita memikirkan maka semakin kuat juga datangnya gagasan, yang lebih penting mungkin malah dengan jalan apa kita ingin menyatakan gagasan tersebut .

2.    Brainshocking: Paradigma Perubahan dan Eksplorasi Neurologis
Secara pribadi saya meyakini Farhan Siki menyukai perubahan dan distinctive.  Ia menganggap mutlak perlu adanya perubahan ketika pada situasi tertentu seseorang tidak bisa berbuat apa-apa atau merasa tidak kemana-mana dan tentu saja juga yakin tidak akan mendapat apa-apa.  Indikasinya bisa diukur dengan realitas seperti apa kesenian yang berkembang disekitar kita. Tentu dengan perubahan yang berangkat dari realitas diri dengan kata lain perubahan itu bukan hal yang sekonyong-konyong berbeda dari sebelumnya.  Distinctive..!  Sesuatu yang berbeda menjadi trik kuno yang tetap dilakukan seorang seniman dalam politik identifikasi.  Bisa jadi seperti itu, apalagi jaman hybrida seperti ini apa yang benar-benar berbeda tidaklah nyata.  Tapi setiap individu seniman harus mempunyai watak distinctive ini, karena pada kadar kesamaanpun mungkin tetap dapat dilihat ketidaksamaan.
Jika demikian, ketika kita memimpikan sebuah lompatan-lompatan baru secara konseptual dan memerlukan ‘amunisi baru’ berupa lentingan-lentingan yang mencolok dari sebuah presentasi visual bukan?  Kebaruan sedang dipikirkan untuk projek ini, bahwa ia mencermati kasus projek terbaru, ada hal yang saya anggap prinsip dalam menentukan hasil akhir sebuah karya yang ideal yaitu dengan cara mengeksekusi gagasan-gagasan imajinatif dan memiliki daya pukau yang andal.  Cara ini bisa menyangkut teknis, media dan juga pendekatan.  Dalam karya-karya terbaru, teknik dan medium yang dipakai adalah stencil, meski populer medium yang sesungguhnya sudah kuno dan teramat banyak seniman di dunia yang melakukan. Namun mempelajari betul medium ini dari pola sederhana hingga paling rumit yang menyerupai karya digital, tapi itu belumlah cukup jika ingin dianggap distinctive dengan seniman seperti Banksy atau Shepard Fairey.  Ada satu lagi hal penting seperti saya katakan diatas yaitu pendekatan (approach) terhadap semua fenomena yang khusus dan subjektif.  Nah, pendekatan yang ia lakukan dalam proses berkarya selama ini adalah mengeksplorasi berbagai cara bagaimana mengonstruksi visual dalam satu karya saya, yang bisa ditengarahi dari hal tersebut dengan kecenderungan selalu menyusun atau mengomposisi semua aspek visual yang besar dari konstruksi visual kecil-kecil.
Farhan sangat memosisikan brainstorming menjadi bagian yang amat penting untuk menguji kadar kedalaman dan pemahaman kita akan suatu hal.  Brainstorming juga mampu membuka berbagai hal yang samar-samar menjadi terkemuka dan benderang.  Ini semacam kran air yang mengalirkan berbagai gagasan imajinatif untuk menerjemahkan impian dengan kekuatan imajinasi pada proses penciptaan seni.  Farhan menyadari bahwa semua tetap harus realistis antara mimpi dan imajinasi harus disinkronisasi dengan realita yang melingkupinya.  Apakah itu match dengan kegelisahan yang sedang dipikirkan hari ini dan mungkin dikonkretkan menjadi karya dengan kapabilitas saat itu.  Bila itu tidak memadai, berarti itu investasi imajinasi yang suatu saat bisa kita gali lagi.  Baginya seperti orang bilang bahwa itu mimpi yang terpendam atau dipendam.  Pertanyaan yang sama saya ajukan pada semua seniaman dan Farhan ‘Jika brainstorming menjadi posisi penting dalam proses kreatif anda.  Seberapa berani apa anda mengambil keputusan ‘gila’ dari kerja kreatif anda?’   Dengan tangkas Farhan menyikapi bahwa itu harus disadari sebagai challenge, jika seniman takut mengambilnya sekali lagi ia tidak bisa kemana-mana dan tidak akan mendapat apa-apa.
Ketika saya giring dengan pernyataan bahwa dalam neurologi, sangat banyak ilmuwan yang meneliti kerja otak manusia.  Peran dan kinerja otak belahan kiri manusia secara umum dieksplorasi fungsinya berkaitan dengan kemampuan komunikasi verbal, berpikir logis, analitis, dan senderung dinamis.  Sedang otak belahan kanan nyaris tidak tereksplorasi secara maksimal, otak kanan cenderung diam statis, tidak liner, imajinatif, intuitif dan naluriah lantas bagaimana dengan optimalisasi otak kanan.   Ia menyatakan bahwa hal tersebut merupakan sesuatu yang otomatis dan alamiah dalam dirinya.  Hal yang alamiah juga kebuntuhan pada otak kiri yang mengeksplorasi jalan keluarnya selalu dari otak kanan dan bekunya otak kanan bisa dipanaskan kembali oleh kinerja otak kiri.  Jika otak kanan manusia dikelola maksimal kemampuannya, maka manusia memiliki peluang besar menjadi genius dan melahirkan gagasan-gagasan monumental, imajinatif, reflektif, dan tentu merangsang pemikiran-pemikiran baru.   Menurutnya pernyataan ini ada benarnya dan banyak kasus yang membuktikan itu.  Tapi ia tak betul-betul bisa menyadari bahwa pada saat proses kreatif dilangsungkan ada satu mekanisme kerja otak kanan yang sedang onn, ia berpikir ini hanyalah identifikasi ilmiah dokter, ilmuwan atau yang disebut ahli neorologi.  Tapi pada praktiknya semua seniman atau manusia pada umumnya melihat itu semua sebagai hal yang otomatis dan alamiah.
Ia sependapat dengan Bety Edwards seorang instruktur seni Universitas Negeri California, pada tahun 1979 dibantu Prof. Spery  memindahkan  laboratorium ke ruang keluarga.  Kemudian ia menerbitkan buku spektakuler ‘Drawing on The Right Side of The Brain’.  Ia menolak gagasan bahwa sebagian orang tidak mempunyai kemampuan artistik.  Dan, pada akhirnya ia juga mengamini  Robert Ornstein dalam ‘The Right Mind’ bahwa sebagian penulis popular menyatakan bahwa belahan otak kanan merupakan kunci untuk memperluas pemikiran manusia, menghidupkan trauma, menyembuhkan autis dan seterusnya.  Ia merupakan kursi kreativitas, jiwa, bahkan gagasan-gagasan besar seorang seniman harus memiliki sikap dan senantiasa berpikir dan bernyali dengan ‘Out of The Box’.  Keberangkatannya berkesenian sejak mula memang sudah ‘out of the box’, dari outsider saya tak mengenal apa itu yang dinamakan ‘The Rules of Art’.  Ia berorientasi etap mengolah dan mengembangkan kemungkinan lebih jauh dari materi-materi yang sudah saya kumpulkan, saya pikir masih ada 1001 probabilitas yang bisa saya lakukan.  Statement inilah yang menegaskan seorang Farhan yang visioner.
Berkaitan dengan ide-ide gila yang akan diproyeksikan dalam projek ini  ia akan membuat karya seni yang kamuflase, tidak jelas betul antara seni dan bukan. Ia ingin masuk ditengah belantara tanda di era digital seperti sekarang, yang semua sudah menjadi massal, tidak istimewa lagi.  Baginya seni yang disengajakan menjadi seni tidak akan menjadi lebih seni dari yang bukan seni, akan monoton, mekanis dan boleh jadi akan menjadi massal juga (karena semua seniman berpikiran serupa).

3.    Lompatan Ide dan Pendekatan Proses Pencitaan Seni
 Penajaman mengenai lompatan quantum bagi seniman yang melakukan berbagai eksplorasi dalam proses penciptaan seninya sangat terbuka dan tingginya probabilitas untuk melahirkan citra karya seni yang yang distingsi.  Apa lagi pada jaman hybrid seperti ini apa yang benar-benar berbeda tidaklah nyata tapi setiap individu seniman harus mempunyai watak distinctive ini, karena pada kadar kesamaan pun mungkin tetap dapat dilihat ketidaksamaannya.  Pernyataan ini harusnya dimiliki sebagai sikap tegas seorang seniman profesional untuk melakukan konstruksi dasar bagi visi keseniannya sehingga tak terjebak pada wilayah disorientasi. 
Farhan memiliki sikap bahwa kerja seni lebih dianggap sebagai sebuah proses yang berkesinambungan dari berbagai momentum, lompatan-lompatan ide dan praktik visual yang baru selalu ia kaitkan dengan proses sebelumnya, sehingga jangan sampai saya membuat karya ‘gila’ hanya jebakan sensasional saja.  Karya yang berorientasi pada bagaimana karya tersebut melakukan prosedur kerja strategik dengan daya pukau dan daya ganggu yang masuk ke wilayah sensasi semata.  Ia ketika saya temui di studionya menyatakan dengan sangat lugas bahwa ia tak terlalu berpusing dengan efek dari proses kekaryaannya dengan situasi psikologis audience yang menyaksikan karya tersebut, yang dipikirkan adalah bagaimana ia menuntaskan gagasan imajinatif yang ‘gila’ itu sebagai proyeksi pencitraan jangka panjang proses keseniannya.  Lebih penting dari itu sesungguhnya adalah bagaiamana karya-karyanya merangsang kembali gagasan kreatifnya dan memberi inspirasi orang lain serta memberikan edukasi atau kesadaran bagi masyarakat secara global.
Ia sedang berorientasi bagaimana membuat karya seni yang kamuflase, tidak jelas betul antara seni dan bukan seni.  Ia ingin lebur sebagai bagian dari belantara-belantara tanda di era digital seperti sekarang, yang semua sudah menjadi massal, tidak istimewa lagi.  Baginya seni yang disengajakan menjadi seni tidak akan menjadi lebih seni dari yang bukan seni, akan monoton, mekanis dan boleh jadi akan menjadi massal juga (karena semua seniman berpikiran serupa).  Tanda visual apa saja yang dijadikan pintu masuk ke gagasan sehingga mampu mempresentasikannya dengan konsep mampu mengguncang persepsi?
Tanda-tanda budaya popular (recognized sign) sebagai tanda visual yang dijadikan pintu masuk ke dalam gagasan yang dikelola secara personal secara konseptual sehingga mampu memberi kejutan secara neurologis sekaligus memberikan proses kesadaran mengenai hegemoni budaya konsumerisme ataupun berbagai ancaman budaya pop.  Farhan sangat menggemari pada apa yang disebut appropiasi, karena lebih jitu jika ia hendak menyatakan suatu hal yang ironi dan paradoks.  Ia bisa saja mempertemukan dua aspek yang berbeda untuk melakukan juxtaposition dan mempresentasikan perihal yang paradoks dari keseharian kita.  Seringkali kita bisa amati selera masyarakat pecandu gaya berbelanja, ia akan membeli barang belanjaan apa saja yang belum tentu dibutuhkan sama sekali dan bukan atas dorongan kebutuhan namun lebih bisa dipandang atas dorongan gengsi dan seterusnya. 
Selebritis yang selalu mengejar merk-merk tertentu dengan varian desain (yang terus menerus bergerak untuk membius mata konsumen) tanpa berpikir bahwa perburuannya bukan sesuatu yang ia butuhkan secara fungsional, mungkin sekali pakai dan langsung melupakannya.  Ada pula yang keranjingan sekadar memiliki untuk koleksi prestisius dan akan dipamerkan ketika rekananya berkunjung ke rumah atau saat arisan.  Mereka mengejar untuk mengkonsumsi brandednya dan mengejar status-status sosial yang tidak keruan itu.  Pemandanga serupa bisa kita temui sehari-hari di sekitar kita sebagai fenomena yang berjarak dengan konsep konsumen dalam pandangan umum sebagai tindakan pengguna barang dan jasa sebagai sesuatu yang mereka butuhkan secara fungsional.
Dalam proses penciptaan seni, Farhan cenderung mengeksekusi gagasan-gagasan kreatif dengan menggunakan teknik stencil, pemilihan teknik tersebut karena baginya dapat menguji kemampuan eksplorasi dan kesabaran seberapa tahan bekerja dengan sesuatu yang harus selalu ada polanya.  Karena pada dasarnya seniman ingin sesuatu yang bebas sekehendaknya.  Pendeknya jika ia ingin meletakan sebuah titik atau garis di bidang karya pada medium apa saja (tembok, kanvas atau apasaja) maka harus ada plat cetakannya.  Tahapan teknik ini seperti halnya dengan teknik grafis lainnya adalah membuat pola atau gambar pada plat, kertas karton, mika, atau plastik akrilik, kemudian melubangi bagian bagian pola yang akan di cetak, dan melakukan proses cetak dengan media cat yang disemprotkan atau roll print.
Yang paling menarik baginya adalah ketika ia hunting materi yang akan dijadikan model stencil.  Materi apa saja yang ia temui di sampah-sampah rumah tangga, swalayan, toko-toko, jalanan, pasar-pasar, kafe-kafe, ke rumah-rumaah tetangga hingga hunting materi dengan berbelanja sesuatu yang ia tidak buuhkan sama sekali ke hypermarket di kota-kota atau negara yang ia singgahi.  Kemudian kegilaannya melacak satu persatu desain dari brand tertentu yang baginya menarik dan sulit ia temui karena tidak banyak dikonsumsi masyarakat umum maka ia juga seperti selebriti yang keranjingan berbelanja apa saja yang menarik dan menginspirasi tanpa berpikir apakah ia akan memerlukan barang yang ia beli.  Logo-logo maupun logotype dari brand-brand yang populer dan benefide selalu menjadi buruannya, materi tersebut sekedar disalin (untuk meniru secara persis detail dan ukurannya) ke permukaan plat yang akan distencil.  Ia juga pernah membeli beberapa puluh pak barang yang ia tidak butuhkan karena ketertarikannya ada citra logo maupun visual dari produk tersebut.  Ia masuk ke dalam kecenderungan gaya berbelanja masyarakat konsumeris masa kini.  Dalam relasi ini sesungguhnya Ia ingin merelasikan atau malah membenturkan berbagai tanda visual yang memiliki nilai citra dari branding produk tertentu.  Ia bermaksud lebih nyata memiliki dorongan untuk melakukan sebuah kritik sosial dan kesadaran publik mengenai hegemoni konsumerisme yang kian merangsek ke ruang-ruang aktivitas sosial, ekonomi, ruang psikologis, ruang humanis pada layer permukaan, dan potensi perubahan budaya.
Stancil menjadi cara kerja kreatifnya yang khas, karena kerja semacam ini adalah kerja yang konstruktif, pola kerja yang tak sering terjadi distorsi gagasan karena sudah direncanakan dari awal memulai proses kerja.  Soal kepuasan, jelas bisa terpuaskan karena apa-apa yang direncanakan dapat direalisasikan dengan kontrol yang maksimal.  Ketidakpuasan yang lain biasanya memantik pada proses penciptaan karya-karya berikutnya.  Sekali lagi Farhan tak terlalu pusing dengan situasi psikologis para penikmat seni dengan presentasi visual karyanya yang mutakhir ini.  Toh kadang apresiasi para penikmat itu sering datang dengan wujud vulgarnya yaitu membeli karya tersebut, baginya itu bukan sesuatu yang menarik sebagai pencapaian akhir ia berkarya tetap jauh lebih menarik ketika hal-hal yang berkaitan dengan pembahasan kwalitas karya dan sejenisnya yang ia yakin kelak akan menjadi inspirasi bagi orang lain.  Meskipun bisa jadi sebagai referensi yang bisa dibicarakan terus menerus dalam wacana seni rupa kemudian muncul adalah hal lain diluar proses keseniannya.
D.   Rocka Radipa
1.  Inspirasi dan Storage Idea 

Saya tertarik pada paparan Rocka Radipa perihal bagaimana seseorang mengenali dirinya sendiri dengan kata kunci Mind, body dan Soul.  Setiap hari kita di pengaruhi oleh ketiganya.  Kadang kita bergerak karena dorongan pikiran, karena metabolisme tubuh kita, atau jiwa kita menginginkan melakukan sesuatu.  Rocka menganggap bahwa inspirasi mempunyai pintu khusus seperti Newton dapat ide ketika apel terjatuh di kebunnya, Archimedes ketika masuk bak mandi dan seterusnya. Tapi yang mendasari kemunculan inspirasi itu adanya niat (konatif), karsa, keinginan atau kehendak.  Tidak ada inspirasi berarti tidak ada karya. Meskipun inspirasi juga tidak bermakna sakral, tapi ketika berkehendak harus diniatkan dengan lurus dan khusuk (serius).  Inspirasi dan dorongan gerak fisik bisa jadi berjalan dalam satu tempo sehingga seseorang juga bisa berpendapat bahwa seakan-akan tidak perlu inspirasi atau naluriah lebih dikarenakan inspirasi berada di ruang maya dan ruang tanpa batas.  Sehingga Rocka sering menyelesaikan karya saya di ruang itu sebelum diwujudkan ke bentuk fisik karyanya.  Inspirasi membangun gagasan ideal pada perkembangan kecanggihan teknologi simulasi serba digital merupakan sebuah keniscayaan yang terhampar luas.
Inspirasi seperti sebuah rasa damai, dia harus di siapkan bukan di minta.  Inspirasi hadir karena kesadaran bahwa kesadaran sempurna akan hadir ketika kita rileks, ikhlas dan syukur.  Kesadaran (Otak di Gelombang Alpha) terus ada niat itu saja.  Ketika orang tidak memperoleh kesadaran maka kejadian apapun tidak akan menghadirkan inspirasi.  Rocka sangat cermat untuk mendokumentasikan ide dengan pendekatan metode storage ide.  Invertarisasi ide dalam ruang pikiran, diendapkan, proses inkubasi ataupun dicatat pada buku ide dengan prioritas-prioritas tertentu yang dibiarkan mengalir saja.  Inspirasi diperoleh dari apa saja kegiatan dan kesukaan seseorang misalnya membaca buku, nonton juga kalau ingin. Ia menggemari dengan semua jenis film dari film drama seperti  Great Expectation, Before Sunrise, Truman Show, Matrix sampai  model thrillers-psycho seperti Silence of the Lambs.  Penyuka musik dari gending, classic, jazz, Beatles, Jackson 5, Koop sampai model Slipknot atau  The dillinger Escape Plan.  Yang paling ia suka justru share, ngobrol, tukar pikiran monolog dengan diri sendiri ataupun dialog dengan teman-teman.
Orientasi seputar bagaimana semua itu memberi stimulus, ilmu pengetahuan dan pencerahan. Dan, tidak hanya berorientasi dengan ruang-ruang diatas.  Semua itu baginya semacam ‘krim penggeli’.  Untuk memicu akselerasi yang menggeliatkan gugahan imajinasi dan meambungkan fantasi.  Dalam proses kreatifnya Rocka merasa sedang bersalaman dan berdialog dengan pembuat langit.  Seperti halnya Afandi yang menginginkan cat yang langsung mengalir dari tangannya.  Maka ia ingin sekali apa yang diimajinasikan bisa langsung terwujud melaui tangan, alat atau teknologi.  Ada gagasan, citra estetis, dan pencapaian teknis serta sejumlah nilai yang melingkupinya sebagai sebuah kebutuhandalam serangkaian proses penciptaan seni.  Ide tidak ditemukan begitu saja tapi dipersiapkan kehadirannya seperti yang ia nyatakan secara lugas ‘ketika saya menginginkan ide, atau berkarya saya harus berusaha sehat dulu, berfikir jernih, lihat sekeliling, ngobrol, cari refensi, sampai cari dana untuk hal hal teknis’.  Cara berpikirnya yang pragmatis, analitis, terstruktur, dan prosedural melekat pada pribadi Rocka Radipa yang telah lama menggeluti dunia kerja sebagai graphic design.  Pola-polanya menjadi khas dan cenderung metodis terefleksi pada pencitraan karya-karyanya yang resik, perfect, teratur, dan distinctive.

2.    Brainshocking: Eksplorasi Neurologis dan Konstruksi Estetika

Rocka Radipa cukup berbeda mengartikulasikan sebuah perubahan sebagai sesuatu yang tumbuh atau ditumbuhkan, konsep pertumbuhan dan menjaga pertumbuhan natural. Tumbuh bukannya tidak boleh patah, rontok, jatuh atau hancur tetapi ketika jatuh atau hancur dia masih punya energi hidup atau masih bisa bersemi, mendapat pelajaran, dan justru menambah daya hidup untuk meninggi bersama ruang dan waktu.  Ia menyatakan bahwa ‘itulah bedanya distinctive dengan tumbuh menurut saya.  ‘Beda’ itu hubungannya dengan lingkungan, trend atau kebiasaan sedangkan tumbuh berhubungan dengan kedirian.  Kita yang mencari jati diri dan orang lain yang lebih bisa melihat bahwa kita beda tentu sangat subjektif’.
Kebaruan-kebaruan yang ditempuhnya merupakan sesuatu yang lebih meningkat secara kualitas dari karya sebelumnya, misalnya dengan menggabungkan teknik etsa saya dengan implementasi ilmu fisika sederhana.  Karena melakukan lintasan pemikiran interdisipliner justru memberikannya proses pengayaan dan proses pendalaman ilmu pengetahuan yang pada akhirnya dapat memunculkan nilai atau pengetahuan baru.  Kedua-duanya dikayakan baik dari sisi kesenian itu sendiri maupun pada sisi ilmu fisika dengan perluasannya.  Siapa sangka bahwa seni bisa berurusan dengan fisika quantum, fisika nuklir dan cybernetica sebagai puncak-puncak pembentukan kebudayaan baru akhir-akhir ini.  Berbagai lintasan kreatif diatas sesungguhnya telah melakukan pendekatan brainshocking yang kemunculannya dari kebiasaan menerapkan curah gagasan atau pendapat dengan brainstorming.
Brainstorming dapat menerjemahkan seperti juga mengkonversi, memerlukan ketepatan, pemilihan ide, pemilihan bahasa, tanda, media atau bahan dan esekusi karyanya.  Ketika ia mulai berniat membuat karya maka ia berimajinasi dengan otak kanan.  Proses pematangan sampai dengan dengan teknis otomatis dengan otak kiri.  Otak kanan digunakan lagi untuk eksekusi karya sampai proses finishing, ada beberapa detail yang muncul begitu saja ketika memasuki proses tersebut.  Lompatan imajinasi kemampuan otak kanan terbebas dari dimensi ruang dan waktu.  Orang punya imajinasi terbang sebelum ditemukannya pesawat terbang. Orang sudah membayangkan bentuk komunikasi tanpa kabel sebelum ditemukannya handphone, tv atau internet.  Mengingat otak kanan mempunyai pola acak dan tidak selalu aktif maka ia mempersiapkan serta menyambutnya dengan kerja otak kiri yang cenderung analitis mendorong untuk belajar dan bekerja.  Ketika berusaha mengontrol, otomatis kita semacam mengerem otak kanan dan secara otomatis otak kiri bekerja.  Untuk bisa memasuki  pikiran sadar dan bawah sadar, kita harus masuk ke gelombang Alpha  atau gelombang netral  (keadaan sadar).
Brainshocking dalam proses keseniannya memberi cara pandang baru, wawasan baru, pencerahan baru. Kejutan-kejutan otak bisa diciptakan dengan memberdayakan seluruh mekanisme kerja otak kanan yang selama ini kurang dimaksimalkan kinerjanya.  Otak kanan bisa berfungsi optimal dan sempurna ketika manusia sudah memiliki kesadaran badani (gelombang Alpha), bisa mengontrol atau bahkan bisa ‘meninggalkannya’.  Bila belum bisa mengontrol ‘badan kesadarannya’ maka cenderung nanti akan ‘menggangu lingkungan’.  Otak kanan tidak serta merta terbangun kalau tidak dipicu dengan kesadaran Roka mengilustrasikan seperti perseneling mobil, bahwa  gelobang Alpha adalah posisi netral, ini poros untuk memasuki alam sadar atau bawah sadar. 
Ketika orang telah sempurna kesadarannya (PQ, IQ, EQ, dan SQ) maka ia mengibaratkan seperti mobil matic dan dengan demikian Rocka secara pribadi memperlakukan kerja kreatifnya sebagai sebuah laboratorium.  Sebuah laboratorium kreatif yang mengawinkan berbagai gagasan, metode, teknik, dan perluasan lain yang lebih njlimet untuk menghasilkan kejutan otak yang menikmati karya ketika gagasan dihadirkan ke publik.  Pada dasarnya seni selalu memiliki peluang mengguncang dunia.  Temuan-temuan dasar penciptaan helikopter, pesawat jet, IPhone sampai cloning, dan berbagai rekayasa genetika sebagi buah kerja kreatif.  Sehingga kita tahu di jaman dahulu biasanya seorang ilmuan juga bisa dipastikan dia seorang seniman.
Brainshocking dapat dielaborasi, diadopsi bahkan ditranplantasi dengan berabagai perspektif, pola kerja, pembenturan ‘disorientasi’ dan kecenderungan penggunaan materi.  Ada beberapa pola dalam brainshocking yang memberikan wawasan baru, mengcounter pola lama, ataupun tambal sulam.  Brainshocking tidak serta merta bisa memasuki gelombang umum.  Otomatis pasti perlu konfirmasi, penjelasan, dan konversi dengan cara yang cantik.  Konsep brainshocking mewarisi nyali out of the box, harus didasari oleh kesadaran, pengenalan diri serta proses belajar dengan lingkungan dan alam semesta.  Sebuah tindakan radikan dalam proses kreatif secara sepihak menghantam pandangan lesu yang cenderung konservatif.  Out of The Box sebagai jargon untuk memuluskan metode-metode Glass Box Methode dan Black Box Methode yang sering memprovokasi lonjakan ide-ide kreatif dengan spirit kerja inovatif seorang desainer untuk menemukan identitas kreatif yang terus-menerus segar dan up to date.
Ada salah satu karya yang Rocka yang menggunakan cermin untuk membalik objek, sehingga karya asli dan bayangan di cermin menjadi satu kesatuan makna.  Teknik masih dengan etsa.  Mungkin nanti masih ada beberapa kendala.  Bagi saya karya tidak harus ‘selesai’.  Seperti Right bersaudara yang memberikan brainshocking, sebuah pesawat sederhana yang terbang sebentar sehingga sekarang disempurnakan  menjadi pesawat Stealth F-117.
Rocka sesungguhnya dalam berkarya ingin menguatkan paradigma yang ia yakini melalui metode kesadaran dan pemahaman ‘mengapa dan untuk apa  kita harus mencipta’ sama seperti ia berusaha memahami ‘Mengapa dan untuk apa Tuhan Mencipta”.  Pada pameran kali ini ia mengabarkan sesuatu yang up to date: Tentang Perang.   Bisa jadi peperangan itu memang telah dekat dan hadir di ruangan kita seperti manusia menciptakan bola kemudian sekarang ada pertandingan di lapangan sepak bola, manusia menciptakan produk selanjutnya terjadi perang produk, manusia menciptakan uang dan terjadi persaingan mata uang.  Manusia menciptakan motor atau mobil dan terjadi balapan liar hingga GP Motorcross atau GP F1 di sirkuit-sirkuit bergengsi.  Manusia menemukan internet lantas sekarang terjadi kejahatan cyber, manipulatif dan perang cyber.  Ketika manusia mengeksplorasi lautan kemudian sekarang sering terjadi konflik batas laut sampai pada upaya manusia mengeksplorasi dan memanfaatkan minyak bumi dan gas kemudian tak jarang terjadi peperangan karena minyak baik pemicu perang dingin maupun agresi militer besar-besaran antar blok.
Untuk memenuhi hasrat kreatifnya dan mewujudkan gagasannya maka ia bergerak mencari referensi dan produk - produk yang berkaitan dengan peperangan sekarang.  Produk, media, jejaring sosial, senjata, dan lain-lain.   Peperangan modern sasarannya adalah konsumen (bisa di untungkan atau bisa dirugikan) barangkali ini memang cuma baru sebuah perang ekonomi, perlombaan, persaingan ataupun peperangan semu.  Menurutnya ini seperti menunggu titik didihnya melaui kecanggihan mesin perang sekarang, mungkin kita tidak bisa membayangkan kehancuran yang akan terjadi selanjutnya.  Pertanyaanya adalah apakah perdamaian dijaga supaya tidak ada perang, atau untuk memberantas kejahatan, perdamaian harus di tegakkan dengan jalan berperang?  Nah, proses kreatifnya dieksplorasi melalui media ekspresi 2D, 3D dan interactive serta beberapa masih di eksplorasi lebih jauh.  Selanjutnya audience bebas memberikan ekspresinya. Bagi saya di cemooh atau di puji sama sama bernilai 1, sedangkan jika karya di cuekin bernilai nihil (0). 

3.    Esensi Energy: Konsep Tumbuh, Wacana Kebenaran dan Perspektif Estetik 
Rocka sangat tertarik dengan subject matter tentang esensi energy.  Lagu yang evergreen berarti punya energy, Karya sastra yang sering diperbincangkan berarti punya energy atau lukisan yang mempengaruhi wacana berarti punya energy.  Energy ini yang menggelisahkannya selama ini.  Ada semacam keinginan kuat untuk mencari rumusannya dan ia senantiasa berfikir bahwa itu pasti ada rumusannya.  Ini baru sebuah proses pencarian.  Atau mungkin rumusnya memang dengan terus mencari.  Kalau jalannya tidak pasti berarti kadang-kadang muncul ide karya setelah seharian buat musik di program frutyloop, atau habis ngegames, habis sepedaan, nonton TV, saat menyiram tanaman dan seterusnya.  Sumber inspirasinya begitu sangat cair.  Banyak yang berasal dari apa yang dilihat, dirasakan dan yang didengar.  Kadang ide tiga tahun lalu baru terlaksana sekarang, kadang juga mampat ide, tiba-tiba dapat ide trus jadi karya.  Yang biasa Rocka lakukan ialah membuat data investasi ide dengan menuliskan semua ide yang muncul kapan saja dan di mana saja, mungkin sudah ribuan ide dan biasanya catatan-catatan itu direview kemudian terjadi berbagai perubahan-perubahan detail juga ada penambahan–penambahan yang memperkuat esensi konseptualnya.  Seperti pecahan puzzle ketika dibuka catatan ide itu maka saya terpacu mencari serpihannya.  Serpihan ini juga kadang unik, kadang ketemu di sekitar kita kadang juga ketemu di tempat lain, kadang ketemu di ruang yang berbeda (lintas disiplin) dan kadang bertahun-tahun baru ketemu.
Saat ini Rocka fokus ke sesuatu yang berkebalikan.  Dua sisi yang saling berkait, viceversa dan selalu abadi, seperti perang–kedamaian.  Eksekusi tergantung pada konsep presentasi karya akan masuk ke media macam apa, bisa dieksekusi ke dalam bidang 3D, 2D, instalasi maupun multi media namun secara teknis ia  masih setia menggunakan teknik etsa.  Prosedur kerja kreatifnya biasanya membuat sket global dulu, diolah di komputer baru di eksekusi (proses etsa) ke karya. Setiap membuat karya selalu bereksperimen, walaupun sudah beberapa kali ia lakukan.  Rasanya selalu berhadapan dengan kendala (ide, teknis, bahan, waktu, dana dan lain-lain) banyak karya yang kemudian dianggap gagal.  Yang akhirnya ia memperoleh kefahaman bahwa kesempurnaan itu adalah kepasrahan ketika kita sudah berusaha semaksimal mungkin.   Pada proses kreatifnya ia merancang secara teknis  meski kadang juga berubah malah kadang juga tidak jadi.  Ada beberapa karya yang yang membutuhkan instalasi listrik tapi ada juga karya yang tidak.
Rocka saat ini mengekslporasi 4 konsep karya yang sedang diekskusi dan akan dipamerkan pada projek ini yang tentu saja masing-masing karya secara konsep berbeda.  Konsep karya yang dimatangkan secara visual tentang konstruksi peperangan diri, image kedirian dengan budaya sosialita, tren fashion dan prestige.  Secara Visual saya gambarkan dengan figur perempuan sakit yang dibalut perban seperti mumi dan di tubuhnya banyak infuse dengan jarumnya.  Infuse ini bermerk Prada, Luis Vuitton, Versace, CK, Benetton, dan lain-lain yang diterjemahkan menjadi karya 3 dimensi dan mengolah sedikit ilusi optik.  Konsep mengenai peperangan dan perdamaian.  Wacana tentang ‘kebenaran’.  Bahwa sesuatu kejadian yang ‘telah terjadi’ berati itu adalah ‘benar’.  Sejarah dunia yang telah terjadi berati benar menurut alur alam.   Baik atau buruk, benar atau salah menurut kita.  Termasuk tentang apa yang terjadi dengan diri kita atau yang berkaitan dengan kita.  Peperangan ke diri, peperangan menghadapi residu kehidupan termasuk juga peperangan dengan senjata.  Rocka sesungguhnya lebih berminat mengolah paradigma dari temuan–temuannya tentang arti kehidupan sebagai cara merefleksikan pengalaman, renungan dan intelektualitasnya.
E.  Yon Indra
1.  Ide Kreatif Yon Indra: Inspirasi dan Orientasi Estetika

Yon Indra menganggap bahwa inspirasi adalah sesuatu yang menjadi insight atau semacam pencerahan yang dapat dijadikan acuan dalam memulai sesuatu ide yang bias diperoleh dari melalui membaca fenomena lingkungan sekitarnya.  Melalui kegiatan rutin seperti menonton pameran, nonton film, membaca majalah, buku-buku yang berhubungan dengan seni atau semacam seri petualangan manusia dengan alam.  Dengan begitu sebuah inspirasi akan bermunculan yang memiliki peran sangat penting, karena tanpa inspirasi rasanya sulit mengembangkan ide-ide kreatif dalam berkarya dan tanpa kepekaan yang memadai inspirasi akan sulit muncul dalam proses penciptaan seni terjadi stagnasi yang serius.   Betapa pentingnya inspirasi dalam pengembangan proses penciptaan karya seni, sebagai contoh ketika ia mengembangkan pencitraan garis-garis ilusif dengan media akrilik berlapis.  Tentu berbagai kendala dihadapi untuk mengembangkan ide-ide kreatif dari bagaimana mencitraakan garis ilutif, bidang ilutif dan permainan keruangan yang memainkan ilusi optic.  Kemudian eksplorasi dengan menggabungkan unsur alam dengan bentuk-bentuk abstrak geometris maka memunculkan citra-citra baru dalam karya-karya seri dimensi ruang dalam terawang.
Bagi seniman metroseksual yang berdarah Minangkabau ini memosisikan peran inspirasi sebagai aset sangat penting sekali dalam konstruksi estetika kemudian inspirasi dapat dianggap senagai sesuatu yang menyegarkan dan menyempurnakan ide-ide atau konsep yang sedang di kembangkan dalam sebuah karya. Misalnya dalam projek ini ia memacu imajinasinya untuk menangkap berbagbai inspirasi dalam mengangkat subject matter huruf-huruf dalam beberapa tesis karya.  Bentuk huruf sesungguhnya dinilai sebagai bentuk yang abstrak dan sudah artistik selanjutnya tinggal disesuaikan dengan konsep yang sedang dikerjakan.  Inspirasi yang begitu banyak bermunculan baik sebelum ide muncul hingga ide sedang digarap kemudian memilih inspirasi yang sesuai dengan kebutuhan yang harus dikembangkan dan berbanding lurus dengan kemampuan untuk menuangkan inspirasi itu baik secara visual, skill atau pun dukungan finansial.
Yon Indra gemar membaca buku-buku religi, novel, sejarah, majalah seni, malajah mode dan menyedapi film drama, religi, film fiksi dan film action.   Ia juga sangat menikmati jenis musik jazz, musik religi, musik pop dan musik klasik sembari membaca buku religi.  Baginya mendengarkan musik jazz, mendengarkan musik klasik mampu memberi rangsangan emotif dan melahirkan berbagai inpirasi yang secara tidak langsung mempengaruhi pencitraan karya  serba teratur, abstrak, tidak vulgar (implisit) dan tenang.  Menonton film fiktif memberikan ruang eksplorasi dan mengolah kedalaman-kedalaman inner feeling.  Baginya kebiasaan membaca, menonton film dan menikmati musik tersebut sebagai sumber inspirasi untuk memperkaya ide-ide dalam berkarya selanjutnya.  Spirit atau semangat yang ditemukan pada situasi itu seolah menutun untuk membuat bentuk yang mempunyai rasa tenang, suatu bentuk yang mempunyai pola berulang (repetisi).  Suatu bentuk yang abstrak atau suatu bentuk yang realis yang biasa dikenali semua orang.  Berbagai citra visual kemudian lahir secara eksploratif. 
Penggalian konseptual seputar konsep yang berhubungan dengan dimensi ruang, konsep yang berhubungan dengan keseimbangan alam, konsep yang mempertentangkan bentuk abstrak teratur dan terukur dengan sesuatu yang organis di alam sebagai wujud keseimbangan.  Secara tekstual diperoleh dengan banyak acuan, acuan yang bersiat ilmiah ataupun fiksi.  Hal tersebut untuk memperkaya konseptual penciptaan seni yang digelutinya.  Secara kontekstual ia ingin memberikan rasa tenang, ruang harmonis, sesuatu yang seimbang, sesuatu penguatan paradigma yang tidak bertentangan dengan nilai budaya dan agama.
Semua seniman memiliki keinginan mencolek langit dan itu salah satu tujuan sebagai wujud pencapaian puncak obsesi kreatifnya.  Seorang Yon Indra yang telah menempuh studi seni patung di ISI Yogyakarta bermimpi untuk membuat karya yang cukup besar di ruang terbuka (out door) dengan menggunakan bahan-bahan yang tahan perubahan cuaca.  Karya yang bisa dilihat dengan segala arah, dengan teknik cor dan las diatas bidang plat aluminium, stainlessteel dengan olahan garis-garis ilusif.   Ia membayangkan karya tersebut terlihat seperti melayang diatas permukaan alam semoga degan konsep levitasi yakni konsep yang berhadapan langsung dengan teori gravitasi.  Gagasan ini didukung dengan riset dan eksplorasi yang cukup panjang.  Baginya ini sebuah gagasan yang penting dalam proses kesenimanannya.  

2.    Konsep Perubahan dan Proses Eksperimentsi 
Yon yang suka terhadap konsep perubahan dan distinctive, sesuatu yang berbeda ‘distinctive’ bagi seniman harus tetap dijadikan pijakan sebagai strategi identitas atau ciri khas yang kuat dari karya seorang seniman.  Sejak 2003 ketika ia meuntaskan studi khusus seni patung di ISI Yogyakarta melakukan eksperimen karya seni patung yang radikal dan sangat distinctive serta memiiki pandangan sederhana dengan melakukan proses perubahan terpenting adalah ketika ia keluar dari paradigma seni patung.  Dalam seni patung ada ukuran standar dan acuan, karya patung harus dapat dilihat dari segala arah, patung terbentuk dari permainan volume bisa diraba dan hadir dalam ruang nyata.  Kemudian ia berusaha keluar dari paradigma seni patung tersebut dengan membuat karya dari olahan-olahan garis-garis geometric diatas bidang transparan terutama kaca dan flexiglass. 
Ruang kemudian ditransformasi dari pengulangan garis atau gatra dan irama garis.  Ruang yang dimaksud adalah ruang ilusi kemudian yang diolah keatas bidang-bidang transparan yang disusun dengan jarak tertentu untuk membentuk ruang yang sesungguhnya walaupun karya tersebut bisa dilihat dari depan atau belakang samping kiri atau samping kanan.  Eklsplorasi kreatif berikutnya yakni upaya mengembangkan karya patung tersebut kedalam bentuk patung dinding yang diolah dengan berbagai komposisi diatas bidang kanvas dengan ukuran dan ketebalan tertentu demi mewujudkan dimensi ruang yang lebih dalam.  Pola inilah yang ia tekuni bertahun-tahun dengan dukungan media dan pengayaan penguasaan teknik yang spesifik.  Di sinilah karya spesifik Yon Indra belakangan ini.  Pada seri karya-karya tersebut mampu memberi identifikasi proses kreatifnya sehingga memiliki positioning di sederetan perupa yang berorientasi eksplorasi kreatif sejenis.
Perubahan berikutnya adalah dengan menggambar pemandangan alam atau di antara konfigurasi motif geometric, untuk menunjukkan prinsip kesetimpangan (keseimbangan yang dinamis), perubahan ini adalah suatu keputusan logis terkait dengan semacam prinsip kesinambungan.  Perubahan dan pergeseran yang ia lakukan secara berbeda dengan proses berkarya Piet Mondrian.  Jika  Piet Mondrian melakukan tahap abstraksi (analitis) dari suatu yang kasat seperti pemandangan alam bergerak sehingga ia akhirnya menemukan dan mengkonfirmasikan bentuk-bentuk karya abstrak geometric sebagai hasil akhir.  Sementara yang dilakukan sebaliknya dengan membuka semacam celah pada konfigurasi motif geometric demi meneropong dan memahami alam.
Dalam projek kali ini Yon Indra mengajukan tiga tesis yang berbeda, tiga jenis karya sebagai kelanjutan dan kesinambungan dari karya yang terdahulu: karya pertama masih mengusung konsep yang sama, cuma bedanya ada pada objek yang ditampilkan.  Kalau karya sebelumnya motif geometric terbentuk dari permainan garis gatra dan irama garis, sedangkan untuk karya ini ia mengolah permainan bentuk-bentuk huruf yang diulang-ulang membentuk sebuah pola memusat yang tersusun rapat mulai dari huruf ukuran kecil sampai besar dapat memberikan kesan ilusi naik dan turun.  Motif geometric berbentuk huruf ini kemudian diolah keatas beberapa bidang akrilik transparan, yang saya susun dengan jarak tertentu untuk mewujudkan dimensi keruangan yang dalam tataran. 
Eksekusi akhir dari karya ini dengan menghadirkan bentuk komposisi diatas kanvas dengan susunan memusat ketengah secara simetris, dengan ukuran kanvas 200X200X13cm.  Semua bidang kanvas dipenuhi dengan huruf-huruf kecil dan besar dengan memakai teknik sablon (screen printing).  Perpaduan dua karakter ini akan menghasilkan efek visual yang berbeda dari sebelumnya.  Karya kedua, Yon Indra menampilkan bentuk relief dan sablon huruf tersusun dalam format segi empat, yang disusun dalam bentuk vertikal dan horizontal dengan titik tengah sebagai pusaran, pola huruf tersusun rapat dari ukuran yang paling besar sampai kecil membentuk ilusi garis naik turun.  Semua pola terbentuk dalam format relief dengan ketinggian yang berbeda-beda huruf paling besar mempunyai ketinggian yang lebih tinggi dibanding huruf yang lebih kecil.   Relief di bentuk dan disususn dalam bidang kanvas 200X200X6cm semua bidang kanvas yang kosong dipenuhi dengan berbagai tataran huruf kecil-kecil dengan teknik silkscreen.  Dan, karya ketiga formasi dua lukisan landscape sebagai kelanjutan dari karya seri dimensi ruang dalam terawang.
Dengan mencermati perancangan-perancangan karya di atas maka posisi brainstorming sangat penting sekali bagi proses kreatif karena tanpa rangsangan ide-ide kreatif rasanya sangat sulit sekali melahirkan karya-karya yang kreatif dan inovatif.  Proses rangsangan yang ditransformasikan melalui proses eksperimentasi dan kontemplasi ataupun mengotak-atik ide dari sebuah program komputer.  Proses brainstorming berbagai hal dapat ditempuh setiap individu dalam penggalian gagasan kreatif sesuai pendekatan dan kenyamanan untuk mencurahkan segenap pikiran-pikiran kreatifnya.  Curah pikiran dengan pengelolaan potensi kreatif otak kanan, jika otak kanan dikelola dengan maksimal tentulah akan melahirkan pemikiran-pemikiran baru, betapa banyak orang jenius dalam berbagai ilmu selalu aktif menggunakan otak kanan misalnya dalam bidang sains adalah Albert Einstein, dibidang seni Leonardo Da Vinci, Salvador Dali dan sebagainya.  Dan, satu tokoh inspirator Viktor Vasarelly yang mengusung konsep abstrak geometric analitik.  Sebuah proses kreatif sesungguhnya membutuhkan peran kinerja otak kanan dalam imajinasi, tapi otak kiripun berperan dalam proses berkarya untuk proses analitik dan evaluatif.  Karena untuk menelaah secara visual dan menilai karya itu, terhadap perkembangan yang lebih dinamis tentu peran otak kiri lebih dibutuhkan.  Bagi seniman itu harus bisa menyeimbangkan peran dari kedua belahan otak kita, baik kiri maupun kanan.  Bagi kebanyakan orang dalam kehidupan sehari-hari otak kirilah yang sangat dominan perannya, sehingga menekan tindakan eksperimentatif.  Bagi seorang seniman yang selalu gelisah untuk perubahan maka otak kanan akan selalu berperan seimbang dengan otak kiri bahkan mungkin otak kanannya yang lebih dominan untuk melakukan olahan-olahan kreatif, imajinatif, pola kerja spesifik yang mampu melahirkan karya yang bisa mengguncang persepsi.

3.    Eksplorasi Estetik pada Sublimasi Konseptual     
Yon Indra meyakini bahwa setiap orang pastilah mempunyai kemampuan artistik sebagai karunia yang diturunkan Tuhan.  Barangkali kadar atau potensi bakat dari setiap individulah yang berbeda namun sesungguhnya kemampuan artistik bisa diasah melalui latihan dan eksplorasi dengan membuka diri terhadap sesuatu yang berbeda.  Prioritasnya adalah mengembagkan konsep karya sebelumnya dengan pengembangan ide yang berbeda, mengelola subject matter huruf dan pengembangan tiga konsep tesis yang dikemukakannyaa di atas.  Tesis pertama adalah dimensi ruang dalam tataran huruf-huruf, tesis kedua berupa relief dalam perspektif huruf dan tesis ketiga berupa lukisan objek pemandangan dipadukan dengan berbagai dimensi ukuran objek-objek huruf melalui teknik sablon (screen printing). 
Ide karya pertama masih pengembangan dari karya sebelumnya yang berhubungan erat dengan percampuran bahan flexiglass, kanvas, cat mobil (duco) dan cat kayu.  Konsep penciptaan seni pada karya pertama masih berhubungan dengan ruang, ruang disini dapat dibentuk melalui pengulangan garis, gatra dan irama garis, ruang ilusi yang diolah diatas bidang-bidang  transparan berlapis untuk mewujudkan ruang nyata atau ruang yang sesungguhnya.  Pada karya ini ia tidak lagi membentuk ruang melalui pengolahan garis, gatra dan irama garis, dalam membentuk motif-motif abstrak geometric namun inspirasi diperoleh dari susunan dan pengulangan huruf-huruf membentuk pola bujur sangkar yang tersusun dari bagian luar menuju bagian dalam.  Huruf-huruf dibuat dengan ukuran berirama dari ukuran kecil menuju ukuran besar yang saling berhimpitan dari baris satu sampai barisan huruf paling akhir.  Permainan ukuran huruf ini akan membentuk ruang ilusi. Motif berupa huruf ini diolah kedalam beberapa bidang flexiglass dengan bahan cat mobil dan teknik mal.  Proses akhir dari karya ini adalah menggabungkannya dari kanvas ukuran 200X200X13cm dalam komposisi memusat dan simetris.  Semua bagian kanvas yang kosong akan diisi dengan balutan perspektif huruf-huruf dengan menggunakan teknik screen printing.  Dimensi huruf dalam ruang transparan yang dipadukan dengan lukisan huruf dengan teknik sablon diatas kanvas akan menghadirkan sensasi huruf yang memikat mata (eksotika visual). 
Kemudian ide karya kedua, ia memproyeksikan dengan membuat karya relief dalam balutan motif-motif huruf yang tersusun membentuk suatu motif bujur sangkar yang saling bertabrakan dalam suatu titik sentral.  Motif yang dikonstruksi berupa susunan huruf-huruf mulai dari ukuran besar sampai kecil, yang saling berhimpitan akan memberikan kesan ilusi ruang.  Kemudian motif berupa huruf diolah ke dalam bentuk relief diatas kanvas dengan memakai media kertas karton, lem fox serta pelamir kanvas sebagai perekatnya.  Setiap ukuran huruf akan diberikan ketinggian yang berbeda-beda demi mencapai harmonisasi dan kesan ruang.  Eksekusi akhir karya ini dengan mewarnai huruf yang ada pada relief dengan warna yang lembut untuk membedakannya dari latar belakang, kemudian diberikan sedikit aksentuasi pada permukaan huruf tersebut dengan barisan warna titik-titik dengan teknik pointilis.  Bagian luar dari relief diisi dengan lautan huruf-huruf dengan teknik screen printing.  Konsepsi ini yakni bagaimana membuat kesan ruang ilusi dalam permainan dimensi huruf dalam yang terpateri dalam bentuk relief diatas bidang kanvas.  Ruang dapat diciptakan dari permainan irama huruf dan tinggi rendahnya huruf dalam sebuah relief.  Ia sedang membayangkan melalaui konsep karya ini untuk membenturkan ruang nyata dan ilusi, juga ingin membenturkan paradigm relief dalam konteks seni patung kedalam konteks seni lukis. 
Ide karya ketiga dengan membuat dua buah lukisan diatas kanvas dengan objek pemandangan (landscape) yang dibingkai dengan balutan huruf-huruf mengelilingi objek alam dengan teknik screen printing.  Ada juga bagian huruf yang di screen diatas pemandangan untuk memberikan kesan unity dan harmonisasi.  Pendekatan metodologi ia lakukan yaitu semua aspek yang berhubungan dengan desain elementer, perspektif ruang yang mampu memproyeksikan objek akan terlihat besar atau kecil tergantung dari jaraknya.  Kemudian desain trimatra yang lebih dominan mengolah bentuk, garis dan bidang dalam konfigurasi warna hitam putih.  Dari metode inilah ide-ide untuk membuat motif geometric ilusif dengan memberdayakan konsep ilmu desain elementer ruang ilusi melalui pengulangan garis, pengulangan gatra dan irama garis.  Selanjutnya mengeksplorasi teknik seni grafis untuk mereproduksi karya melalui metode cetak dengan memanfaatkan teknik screen printing dan teknik mal kertas atau teknik stencil.
Tanda visual yang bisa dijadikan pintu masuk adalah motif-motif geometric berupa garis atau huruf yang membentuk ruang ilusi dan bentuk visual berupa permainan garis atau huruf diatas bidang transparan dalam membentuk ruang nyata.  Bentuk ruang perspektif atmosferik yang tergores lewat visual lukisan pemandangan (landscape) diatas kanvas adalah berupa tanda  yang  bisa dijadikan pintu masuk kedalam gagasan karya-karya Yon Indra.  Metafora yang sering digunakan adalah bentuk abstrak geometric, bentuk huruf dengan pola tertentu, pengulangan-pengulangan bentuk huruf dan garis, dengan menghadirkan lukisan pemandangan diatas bidang kanvas melalui teknik dan perspektif yang menyerupai alam.  Metafor yang dimunculkannya merupakan representasi filosofis bahwa dalam hidup kita harus menjalani sistem yang hidup, tumbuh dan berkembang dengan teratur dan terencana.  Di samping itu juga hidup harus punya nilai ketenangan, harmonis dan penuh keseimbangan dengan alam.
Pada karya Yon Indra, yang pertama bahwa tahapan proses kreatif dan pencapaian teknis yang Yon Indra melakukan tahapan-tahapan proses kreatif sebagai berikut: Tahap pertama, menyiapkan semua bahan yang diperlukan mulai dari flexiglass yang dipotong dengan ukuran yang dikehendaki, persiapan spanram khusus dengan ketebalan tertentu dengan lapisan tripleks, span tersebut dipasangkankain kanvas mentah yang bisa diatur menurut bentuk span yang dikehendaki, selanjutnya kain kanvas dipelamir.  Tahap kedua, menyiapkan desain hitam putih dengan objek huruf yang tersusun teratur membentuk pola bujursangkar memusat, desain dibuat dengan bantuan komputer melalui aplikasi CorelDRAW dengan skala yang dikehendaki.  Desain tersebut lalu diprint ke atas kertas A4 untuk selanjutnya dipindahkan keatas bidang fleksiglass dengan menggunakan kertas karbon.  Tahap ketiga, mulai proses memindahkan gambar desain keatas beberapa bidang fleksiglass kemudian semua desain dilubangi memakaia pisau cutter untuk selanjutnya dilakukan pengecatan dengan menggunakan kompresor dan cat duco yang biasa diaplikasi pada pengecatan mobil. Tahap keempat membuka stiker dan membersihkan flexiglass selanjutnya disusun dengan jarak tertentu dengan wadah khusus yang terbuat dari kayu.  Tahap kelima dipasangkan kedalam span khusus yang bisa memuat wadah tersebut dalam sebuah komposisi yang memusat ditengah.  Tahap keenam proses pengisian semua bidang-bidang kanvas dengan lautan huruf dengan teknik sablon dengan warna yang tidak mencolok mata.
Pada karya kedua, Yon Indra melakukan tahapan-tahapan proses kreatif sebagai berikut: Tahap pertama, persiapan kanvas ukuran 200X200cm, persiapan kertas karton dari berbagai ukuran lem fox dan cat plamir.  Tahap kedua, merancang desain dengan bantuan komputer dengan aplikasi corelDraw kemudian desain di print diatas kertas A4 lalu dipindahkan dengan menggunakan kertas karbon.  Tahap ketiga, tahap pemotongan desain yang telah dipindahkan tersebut dengan menggunakan pisau cutter.  Tahap keempat, proses perekatan objek atau pemasangan huruf keatas bidang kanvas dengan menggunakan lem.  Tahap kelima, semua potongan huruf yang telah dipasang dan diplamir dengan menggunakan cat genteng campur cat tembok agar memiliki daya rekat tinggi dan kuat pada bidang kanvas.  Tahap keenam, proses pewarnaan semua permukaana relief akan diwarnai dengan warna yang berbeda dari warna latar belakang relief.  Tahap ketujuh, semua bidang kanvas yang kosong dilukis dengan beragam ukuran huruf besar dan kecil lewat teknik sablon (silkscreen).
 Pada proses kerja Yon Indra akhir-akhir ini ada satu gagasan menarik yang bisa dikerjakan dalam projek brainshocking yakni ketika ia mengeksekusi ide seni lukis dengan media flexiglass yang memadukan teknik stencil, teknik lukis realis, brushstroke ekspresif dengan media cat akrilik.  Pada karya ini ia tetap mempertahankan karakteristik flexiglass menjadi bagian-bagian transparan dipadu dengan teks-teks melingkar dan landscape realis.  Proses eksplorasi ini dilakukan ketika ia sering mengerjakan karya patung dinding seri ‘Dimensi ruang’ dan seri ‘Dimensi Ruang Dalam Terawang’ yang memadukan media flexiglass diatas lukisan kanvas.  Dari proses inilah tampaknya Yon Indra berfikir untuk membuat karya yang berkarakter kuat, simple, dan memberikan kejutan-kejutan teknis visual.
Dalam karya ini ia mempresentasikan rekonfigurasi teks berupa huruf-huruf yang mengartikulasikan berbagai teks wcana brainshocking yang disusun melingkar dengan komposisi huruf-huruf dari ukuran besar, sedang, kecil, dan yang kecil sekali saling berhimpitan mengelilingi garis maya mengikuti objek utamanya.  Presentasi lainnya berupa angka-angka dan huruf-huruf yang menyatu dalam ilusi optis seolah membalut balutan figur manusia sebagai simbolisasi kehidupan yang tak bisa lepas dari persoalan teks dalam berbagai perspektif dan konteksnya.  Sebuah rekonfigurasi huruf-huruf diatas bidang transparan dengan teknik stencil dan menggunakan cat duco yang biasa dipergunakan pada aplikasi cat pada kendaraan bermotor dengan teknik spray kompresor.  Beberapa huruf dan angka turut hadir di atas permukaan lukisan dengan menggunakan teknik silk screen.
Karya ini adalah berupa lukisan yang terdiri dari dua bentuk lingkaran yang dipotong rapi dari bahan flexiglass dengan ukuran diameter 120cm. Sebagai langkah awal yang ia dilakukan adalah membuat desain berupa huruf yang terangakai dari kata-kata yang memiliki kesempurnaan bunyi dan makna.  Bentuk desainnya adalah huruf berupa kata yang terpola dalam bentuk lingkaran, huruf tersebut tersusun dari bagian luar menuju ke pusat lingkaran, dari ukuran kecil sampai ukuran paling besar yang selintas akan memberikan ruang ilusi yang menuju kearah dalam yang memberikan kesan jauh dan dekat.  Pada bagian tengah dari lingkaran berdiameter 90cm akan dilukis figur manusia dengan balutan optis huruf-huruf dan angka dengan teknik silkscreen, teknik handcoloring, teknik block dan brushstroke ekspresif dalam mewujudkan harmonisasi visual secara keseluruhan yang memiliki citra dinamis.
Kendala teknis pada karya tersebut menurut penuturan Yon Indra adalah proses pemindahan desain dan teknis pemotongan huruf-huruf yang berukuran kecil yang ia atasi dengan memindahkan desain yang sudah fix dengan mengunakan kertas karbon secara hati-hati untuk mendapatkan hasil yang maksimal.  Dalam proses pemotongan huruf-huruf baik ukuran besar dan kecil saya menggunakan pisau cuttter yang tajam dengan ujung  yang lebih kecil agar bisa bergerak leluasa dalam proses pemotongan sehingga dapat hasil potongan yang tepat, rapih, dan bersih.  Dalam proses penciptaan seninya Yon Indra ingin bertutur tentang problem ruang, huruf, kata-kata, angka-angka dalam diksi rupa.  Bertutur tentang ruang nyata dan ruang ilusi yang terbentuk dari permainan, irama, dan pengulangan huruf-huruf yang tersusun di atas flexiglass berlapis.  Bertutur tentang huruf dan pemilihan kata-kata yang berhubungan dengan tema pameran ini, misalnya istilah brainshocking, brainstorming, distinctive, mengguncang persepsi dan sebagainya yang bisa dibaca dan dimaknai oleh penikmat seni dalam pameran ini.  
F.  Theresia Agustine Sitompul
1.  Eksplorasi Gagasan

Untuk pertemuan awal dengan Theresia Agustine Sitompul, saya menyampaikan ilustrasi sederhana yang berujung dengan sebuah pertanyaan bahwa ketika anda berada di atas kolam renang, kolam ikan, sungai atau hamparan air di persawahan dan menatap bayangan diri sendiri.  Apakah anda benar-benar mengenali siapa pribadi anda sesungguhnya? Ia dengan lugas menyatakan, jika itu hanya bayangan saya hanya bisa memahami bahwa itu bayangan saya.  Mengenali pribadi saya sendiri mungkin tidak cukup dengan bayangan yang ada pada hamparan air saja.  Dan kemungkinan saya sendiri sampai saat ini juga belum bisa memahami pribadi saya sendiri seperti apa.  Ini semacam gambaran sederhana mengenai Tere yang lugas dan tak mau ambil peduli eksistensinya dihadapan publik luas dengan beranggapan bahwa dirinya saja tak mampu mengenalinya dengan baik.  Tere bagi saya seorang seniman muda yang memiliki mimpi besar yang memiliki kecenderungan pragmatis meskipun ia seorang pribadi eksploratif yang tangguh.  Berbagai sumber inspirasi bisa menjadi bahan baku proses kreatifnya.
Inspirasi menurut baginya adalah sesuatu yang memicu aspirasi kreatif dan menggerakkan ruang bawah sadar untuk melakukan tindakan kreatif.  Inspirasi memiliki posisi penting, maka ketika dorongan kuat untuk berkarya tentu begitu melimpah inspirasi bermunculan maka sebijak mungkin kita memilah-milah yang sesuai dengan konteks dan konten yg akan dibuat.  Tere mengedepankan prioritas kreatifnya untuk membuat karya yang terbaik sesuai dengan konstruksi konsep.  Untuk memicu kemunculan inspirasi selanjutnya ia mengembara dengan membaca buku-buku apa saja.  Untuk sekedar refresh maupun kesadaran mendalami berbagai pengetahuan ilmiah yang bisa mendasari konsep-konsep penciptaan seninya.  Buku-buku fiksi maupun ilmiah menjadi bagian yang melekat dengan aktivitas keseharian hingga ia tuntaskan program magister seni di ISI Yogyakarta.  Hobby menikmati tontonan film yang berbau based on true story (lebih suka), tapi film apa saja kecuali yang berbau futuristic.  Jenis musik yang ia gemari antara lain: jazz, blues, rock lawasan, instrumental dan New Age. 
Namun demikian menurutnya bahwa pengembaraan imajinasi tidak melulu diperoleh hanya dari buku-buku, film atau musik.  Inspirasi dapat pula dijumput dari aktivitas kehidupan sosial, jejaring sosial pada internet, makanan apa yang kita makan dan banyak lagi inspirasi yang dapat memacu imajnasi.  Semua yang bergerak dan hidup di sekitar kita memberi pengaruh signifikan terhadap kerja kreatif dan mempengaruhi peran emosi individual anda terhadap bacaan, tontonan, dan atmosfer bunyi-bunyian yang anda sukai itu mempengaruhi emosi maupun kerja otak.  Baginya kekuatan imajinasi bisa jadi melebihi kekuatan alam dan peran imajinasi secara umum lebih mengedepan melampaui ilmu pengetahuan.  
Sebuah lompatan-lompatan baru secara konseptual memerlukan ‘amunisi baru’ berupa lentingan-lentingan yang mencolok dari sebuah presentasi visual, Tere lebih sepakat bahwa shock momentum jauh lebih distinctive ketimbang sebuah shock kebaruan-kebaruan.  Tere menganggap proses brainstorming sangat penting dan melekat pada kerja kreatif untuk menemukan gagasan-gagasan baru dan segar untuk menerjemahkan impian dan kekuatan imajinasi dalam proses penciptaan seni.

2.  Visi Kreatif dan Eksekusi Gagasan

Untuk selanjutnya saya merangsangnya dengan memprovokasi, jika menurutnya brainstorming memiliki posisi penting dalam proses kreatif.  Seberapa berani apa ia mengambil keputusan ‘gila’ dari kerja kreatifnya.  Ia menyambut degan antusias bahwa dalam proses kreatif seorang seniman selalu saja mengambil keputusan yang ‘gila’ dan itu suatu hal yang biasa.  Seseorang mengambil keputusan kesenian menjadi pilihan hidup saja merupakan sikap dan keputusan yang ‘gila’ karena sangat berbeda dari pertimbangan kebanyakan orang yang selalu ingin mengambil keputusan pentingnya sebagai dokter maupun arsitek.
Dalam neurologi, sangat banyak ilmuwan yang meneliti kerja otak manusia.  Peran dan kinerja otak belahan kiri manusia secara umum dieksplorasi fungsinya berkaitan dengan kemampuan komunikasi verbal, berpikir logis, analitis dan senderung dinamis.  Sedang otak belahan kanan nyaris tidak tereksplorasi secara maksimal, otak kanan cenderung diam statis, tidak liner, imajinatif, intuitif dan naluriah. Dan, Tere seringkali melakukan pekerjaan dengan menggunakan tangan kiri.  Dengan begitu diharapkan dapat memberdayakan kedua belah otak secara seimbang.  Menyeimbangkan berbagai orientasi kinerja otak dan menajamkan orientasi kreatifnya. 
Orientasinya adalah bangaimana membuat karya terbaik yang memiliki daya ganggu tinggi dan dapat memproduksi berbagai persepsi.  Pada situasi itu baik secara visual, konseptual, tekstual maupun kontekstual merupakan bentuk kesadaran dalam proses kreatif.  Tere secara terbuka mengakui bahwa ia sesungguhnya mengadaptasi spirit seorang pekerja.  Terkadang ia terlibat bekerja dalam atmosfer bunyi-bunyian atau bekerja mengeksplorasi bunyi-bunyian juga mengolah animasi dalam beberapa karya video artnya.  Dalam proses kerja ia juga melibatkan bunyi-buyian instrumentalia dengan volume sangat rendah tergantung pada saat itu sedang konsentrasi mengerjakan pekerjaan tertentu.  
Bagi Tere sebuah kekuatan imajinasi melebihi kekuatan alam.  Karena dengan kekuatan imajinasilah alam dapat ditaklukan manusia secara ilmu pengetahuan dan menjadi medan eksploitasi.  Meski alam merupakan maha daya secara kosmologi namun manusia dengan kekuatan imajinasinya mengeksplorasi hampir seluruh potensinya untuk berbagai kepentingan hidup manusia, semua mahluk hidup dan kelestarian alam itu sendiri.  Kemudian sebuah proses kreatif Tere melakukan eksplorasi neurologis dengan mengeksplorasi imajinasi dan optimalisasi gagasan kreatifnya.  Sebuah langkah eksplorasi neurologis sudah dilakukan saat kita hendak melakukan proses kratif maupun saat melakukan proses kratif baik dalam hal berpikir gagasan maupun eksplorasi neurologis itu terus berjalan.  Bahkan saat kita melihat sesuatu atau mendengar serta merasakan apa yang sedang ‘menghantui’ kita.