Wimo Ambala Bayang :Menelisik Fotografi Kontemporer
Sekarang fotografi sudah tidak peduli lagi pada bagaimana mengambil
obyek dengan gaya tertentu, obyek tidak menjadi patokan dalam membuat
foto menjadi indah. Bagaimana sudut pandang obyek harus dikuasai? Ini
yang menjadi penekanan kontemporer. Ataukah cara lain memperlihatkan
benda itu sebagai obyek foto. Vitalisasi obyek inilah yang membedakan
dalam fotografi kontemporer. Bahwa obyek tidak begitu diperhatikan dalam
pengambilan gambar. Benarkah?
Ada pengertian mendasar bagaimana memahami fotografi kontemporer
dalam pameran Wimo ini. Selain itu obyektivitas melihat fotografi secara
kekinian. Mungkin, bisa dilihat obyek mempunyai nilai dalam ranah
fotografis, dilihat atau di foto secara apa adanya, atau melalui reka
visual subyektif. Wimo mencoba meletakan pembacaan fotografis melalui
benda-benda yang dihadapinya.
Wimo dan Obyek Fotografi
Melalui foto yang dipamerkan Wimo Ambala Bayang dengan judul pameran:
Not So High (Heels), tempat: D gallerie, Jalan Barito , Jakarta, pada
tanggal: 27 Juli – 10 Agustus 2010. pertanyaan diatas menjadi bagian
dari visual foto. Interpretasi terhadap foto merupakan bagian
kontekstualisasi terhadap konsep apa yang dibawa oleh juru foto.
Penekanan konsep karya dan konsep pameran menjadi sesuatu yang
fragmentatif. Bagian karya, foto, bukan lagi diluar pameran tetapi
menyatu dengan pameran tersebut. Sehingga apa yang diungkapkan dalam
karya dengan konsep tidak ada batas.
Pada pameran ini Wimo mengungkapkan tentang bagaimana sepatu dengan
tumit tinggi terlihat dari berbagai sisi, atau diberbagai tempat
dimanapun berada. Seperti di atas tanah, bahkan dilumpur. Terlihat
bagaimana permainan dengan benda-benda itu menjadi sesuatu yang menarik
untuk dilihat lebih jauh. Karena tidak setiap saat benda itu atau sepatu
high heels berada di lumpur. Layaknya permainan yang dilakukan oleh
anak-anak menghadapi situasi alam. Tetapi sepatu yang digunakan Wimo
untuk membuat visual fotografis lebih monumental dalam meletakan high
heels tersebut. Sebab latar belakang dimana high heels ada merupakan
keberadaannya.
Selain itu penutup kepala yang wujudnya seperti bulu kambing. Menutup
kepala, dan seluruh rambut tertutup rapat, hingga terlihat bahwa kepala
tergantikan oleh penutup mirip bulu domba tersebut. Melalui gaya
pemotretan dengan latar belakang gedung dan kolam renang, serta model
menggunakan baju renang, memperlihatkan keberadaan di tempat yang,
mungkin, tidak semestinya. Karena bulu-bulu yang menempel dan menutup
seluruh kepala seperti tidak tahan air. Tetapi kondisi model masih
diatas air, sedang mempersiapkan diri diatas kolam renang.
Pameran ini memperlihatkan konteks bagaimana menggunakan benda yang
subyektif dalam wilayah pemotretan. Apa yang diperlihatkan secara
obyektif bukan cara memotret, tetapi apa yang dipotret. Sedangkan sudut
pandang juru potret adalah subyektif, dan memberi pemaknaan bagaimana
melihat benda diluar konteks setiap harinya. Inilah yang memberi
pemaknaan baru terhadap benda, serta sudut pandang visual yang lebih
atraktif.
Menafsir Obyek Non Permanen
Ketika kita mengunjungi pameran dan belum dibuka atau masih dalam
tahap persiapan pembukaan, apa yang kita lakukan? Pertanyaan ini
merupakan motif utama ketika Wimo mengerjakan proyeknya. Saat dia
mengunjungi ArtStage, Singapore dan ArtHongkong tahun lalu. Wimo mencoba
membuat foto-foto persiapan pembukaan, foto dengan obyek karya-karya
yang hendak dipamerkan, atrau yang sedang ditata di booth, dijadikan
obyek oleh Wimo Ambala Bayang.
Pada tahun 1990 Wimo Ambala Bayang mendirikan MESS56, kelompok
fotografi di Jogjakarta. Karya-karya mereka yang tergabung dalam
kelompok ini banyak dipamerakn di luar negeri, seperti di Australia,
Jepang dan Korea. Berbagai pameran di Eropa sudah mereka jelajahi,
bahkan menjadi artis in resident di berbagai negara. Fotografi
kontemporer menjadi karya yang menarik, bahkan balai lelang Sothebys dan
Christie’s melelang fotografi kontemporer dengan harga yang lumayan
tinggi.
Melalui pameran: IsHot, dibuka pada tanggal 12 November 2011,
bertempat di The Goods Dept, lantai 4, Plaza Indonesia, Jakarta. Wimo
Ambala Bayang memajang karya hasil proyek pemotretan di art fair:
ArtStage, Singapore dan Art Hongkong. Apa yang ada dalam pameran
tersebut, terutama karya yang dipamerkan menjadi obyek utama Wimo dan
dipamerakan dalam pameran kali. Berbagai karya yang ada di pameran itu
menjadi obyek fotografis.
Melalui dua pameran tunggal diatas Wimo mencoba menjembatani
bagaimana fotografi digunakan untuk membuat obyektivitas melihat benda
dengan kenyataan dan lingkungan yang menjadi tempatnya. Atau bagaimana
benda itu berada di suatu tempat dengan kondisi apa adanya. Disini
pengertian fotografi kontemporer menjadi telaah yang mendasar, bukan
bagaimana mengejawantahkan obyek tetapi apa yang ada secara nyata dalam
obyek.(Frigidanto Agung)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar