Senin, 05 Agustus 2013

Wimo Ambala Bayang :Menelisik Fotografi Kontemporer [Agung Frigidanto]

Wimo Ambala Bayang :Menelisik Fotografi Kontemporer

Sekarang fotografi sudah tidak peduli lagi pada bagaimana mengambil obyek dengan gaya tertentu, obyek tidak menjadi patokan dalam membuat foto menjadi indah. Bagaimana sudut pandang obyek harus dikuasai? Ini yang menjadi penekanan kontemporer. Ataukah cara lain memperlihatkan benda itu sebagai obyek foto. Vitalisasi obyek inilah yang membedakan dalam fotografi kontemporer. Bahwa obyek tidak begitu diperhatikan dalam pengambilan gambar. Benarkah?
Ada pengertian mendasar bagaimana memahami fotografi kontemporer dalam pameran Wimo ini. Selain itu obyektivitas melihat fotografi secara kekinian. Mungkin, bisa dilihat obyek mempunyai nilai dalam ranah fotografis, dilihat atau di foto secara apa adanya, atau melalui reka visual subyektif. Wimo mencoba meletakan pembacaan fotografis melalui benda-benda yang dihadapinya.
Wimo dan Obyek Fotografi
Melalui foto yang dipamerkan Wimo Ambala Bayang dengan judul pameran: Not So High (Heels), tempat:  D gallerie, Jalan Barito , Jakarta, pada tanggal: 27 Juli – 10 Agustus 2010. pertanyaan diatas menjadi bagian dari visual foto. Interpretasi terhadap foto merupakan bagian kontekstualisasi terhadap konsep apa yang dibawa oleh juru foto. Penekanan konsep karya dan konsep pameran menjadi sesuatu yang fragmentatif. Bagian karya, foto, bukan lagi diluar pameran tetapi menyatu dengan pameran tersebut. Sehingga apa yang diungkapkan dalam karya dengan konsep tidak ada batas.
Pada pameran ini Wimo mengungkapkan tentang bagaimana sepatu dengan tumit tinggi terlihat dari berbagai sisi, atau diberbagai tempat dimanapun berada. Seperti di atas tanah, bahkan dilumpur. Terlihat bagaimana permainan dengan benda-benda itu menjadi sesuatu yang menarik untuk dilihat lebih jauh. Karena tidak setiap saat benda itu atau sepatu high heels berada di lumpur. Layaknya permainan yang dilakukan oleh anak-anak menghadapi situasi alam. Tetapi sepatu yang digunakan Wimo untuk membuat visual fotografis lebih monumental dalam meletakan high heels tersebut. Sebab latar belakang dimana high heels ada merupakan keberadaannya.
Selain itu penutup kepala yang wujudnya seperti bulu kambing. Menutup kepala, dan seluruh rambut tertutup rapat, hingga terlihat bahwa kepala tergantikan oleh penutup mirip bulu domba tersebut. Melalui gaya pemotretan dengan latar belakang gedung dan kolam renang, serta model menggunakan baju renang, memperlihatkan keberadaan di tempat yang, mungkin, tidak semestinya. Karena bulu-bulu yang menempel dan menutup seluruh kepala seperti tidak tahan air. Tetapi kondisi model masih diatas air, sedang mempersiapkan diri diatas kolam renang.
Pameran ini memperlihatkan konteks bagaimana menggunakan benda yang subyektif dalam wilayah pemotretan. Apa yang diperlihatkan secara obyektif bukan cara memotret, tetapi apa yang dipotret. Sedangkan sudut pandang juru potret adalah subyektif, dan memberi pemaknaan bagaimana melihat benda diluar konteks setiap harinya. Inilah yang memberi pemaknaan baru terhadap benda, serta sudut pandang visual yang lebih atraktif.
Menafsir Obyek Non Permanen
Ketika kita mengunjungi pameran dan belum dibuka atau masih dalam tahap persiapan pembukaan, apa yang kita lakukan? Pertanyaan ini merupakan motif utama ketika Wimo mengerjakan proyeknya. Saat dia mengunjungi ArtStage, Singapore dan ArtHongkong tahun lalu. Wimo mencoba membuat foto-foto persiapan pembukaan, foto dengan obyek karya-karya yang hendak dipamerkan, atrau yang sedang ditata di booth, dijadikan obyek oleh Wimo Ambala Bayang.
Pada tahun 1990 Wimo Ambala Bayang mendirikan MESS56, kelompok fotografi di Jogjakarta. Karya-karya mereka yang tergabung dalam kelompok ini banyak dipamerakn di luar negeri, seperti di Australia, Jepang dan Korea. Berbagai pameran di Eropa sudah mereka jelajahi, bahkan menjadi artis in resident di berbagai negara. Fotografi kontemporer menjadi karya yang menarik, bahkan balai lelang Sothebys dan Christie’s melelang fotografi kontemporer dengan harga yang lumayan tinggi.
Melalui pameran: IsHot, dibuka pada tanggal 12 November 2011, bertempat di The Goods Dept, lantai 4, Plaza Indonesia, Jakarta. Wimo Ambala Bayang memajang karya hasil proyek pemotretan di art fair: ArtStage, Singapore dan Art Hongkong. Apa yang ada dalam pameran tersebut, terutama karya yang dipamerkan menjadi obyek utama Wimo dan dipamerakan dalam pameran kali. Berbagai karya yang ada di pameran itu menjadi obyek fotografis.
Melalui dua pameran tunggal diatas Wimo mencoba menjembatani bagaimana fotografi digunakan untuk membuat obyektivitas melihat benda dengan kenyataan dan lingkungan yang menjadi tempatnya. Atau bagaimana benda itu berada di suatu tempat dengan kondisi apa adanya. Disini pengertian fotografi kontemporer menjadi telaah yang mendasar, bukan bagaimana mengejawantahkan obyek tetapi apa yang ada secara nyata dalam obyek.(Frigidanto Agung)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar