URGENT:
PERSETERUAN HASRAT DAN MENTAL
Sabtu
pagi pertengahan Januari saya sengaja ‘mruput’,
jam tujuh meluncur ke Dusun Krapyak Sleman untuk menyegerakan niatan
menuntaskan penulisan yang sangat urgent.
Urgen karena baru semalam ia berkunjung ke rumah dan meminta saya mendampingi
pameran sebagai kontributor teks. Dengan
cepat saya kemudian memahami pola ini sebagai spirit dari tema pameran ‘URGENT’
karena semua menjadi serba urgent. Sepulang saya mengunjungi studio Eko Rahmy,
saya langsung tergerak untuk merenungkan materi diskusi pagi itu dengan Eko
Rahmy seputar visi kesenian dan eksplorasi-eksplorasinya dengan antusias ia menunjukkan
berbagai periodesasi proses penciptaan seninya yang menurut saya menarik untuk
dicermati.
Urgensi Menemukan Nilai dan Konteks
Alumni
ASRI yang memulai proses eksplorasi kreatifnya di laboratorium akademi sejak
1986 tampaknya tak dapat disepelekan.
Mengingat kemampuan penguasaan media dan kepiawaian teknik artistiknya,
saya menduga bahwa ia adalah pribadi minoritas yang bertahan dan tetap mempertahankan
bahasa ungkap visual yang seringkali di pandang sebelah mata. Minoritas karena memilih pencitraan abstrak. Kecenderungan
bekerja pada wilayah yang tak gemar mempresentasikan objek riil menjadi tekanan
mental kendati didukung oleh hasrat besar, kepekaan estetik dan berbagai
pencapaian artistik karyanya.
Urgent bermakna keharusan yang mendesak
menggambarkan keinginan Eko Rahmy untuk menyegerakan presentasi sejumlah kerja
kreatifnya di ruang terhormat, Bentara Budaya Kompas Yogyakarta dalam pameran
tunggal ke tujuh pada tanggal 7 Januari 2013.
Angka
tujuh kemudian menjadi penting, sakral dan mendesak untuk dimanifestasikan
dalam presentasi kerja kreatif yang selama ini ia tekuni. Tujuh dimaknai sebagai ‘pitulungan’ dalam konteks budaya Jawa dan dipahami Eko Rahmy sebagai
sesuatu yang khusus mengenai angka tersebut dalam perspektif gathak-gathuknya. Lebih dari itu, Urgent sesungguhnya menjadi picu psikologis
yang mendorong kegelisahan kreatif ketika seorang seniman menyadari bahwa semua
imajinasi muncul begitu saja terpantik oleh orientasi urgenitas yang ia yakini
sebagai satu pilihan terbaik. Urgent untuk tetap memiliki eksistensi
dengan menunjukkan identitas dalam peta
seni rupa Yogyakarta melalui presentasi karya pada pameran ini sebagai tanda
yang cukup penting.
Pada
pameran tunggal kali ini saya berharap Eko Rahmy menemukan sejumlah nilai yang
dapat dipetik dalam serangkaian kerja kreatif dangan menjumpai konteks-konteks subject matter untuk menguatkan
pertemuan hasrat dan dimensi mental seorang seniman sejati. Ada semacam keseimbangan yang memadai dan
harus ditata terus menerus antara hasrat dan mentalitas dalam mendokumentasikan
proses kreatif. Hasrat yang besar bukan
sekedar untuk mempresentasi karya-karyanya, namun hasrat mempertukarkan relasi
hidupnya dan sejumlah pengalaman estetiknya agar mampu memberikan ruang
perenungan yang lebih luas kepada publik.
Merekam
Urgensi Dalam Perseteruan Hasrat dan Mental
Dalam
proses kreatif dibutuhkan ketegasan orientasi, visi serta kesadaran tertentu
untuk menangkap sejumlah perasaan, emosi, imajinasi, intuisi, dan petualangan
spiritual sekaligus menemukan cara paling efektif sekaligus spesifik untuk
mengartikulasikan gagasan kreatifnya melalui bahasa visual. Karena tak sedikit sejumlah gagasan-gagasan
imajinatif kita tak terekam dengan sempurna karena kelengahan kita menangkap
momentum kemunculannya. Dan, lagi-lagi
dibutuhkan sikap tegas untuk menentukan apa saja yang dianggap urgen untuk
dieksplorasi dan dieksplanasikan lebih jauh, baik secara visual maupun
konseptual. Kesadaran mengeksplorasi
gagasan imajinatif sesungguhnya memiliki nilai urgen dalam mengedepankan
sejumlah hasrat proses kreatif. Eko
Rahmy bagian sub-atomik dari jutaaan orang yang menunaikan hasrat kreatifnya
dengan berbagai latar belakang yang memperoleh intensinya dalam perspektif yang
lebih khusus.
Karya-karya
Eko Rahmy pada periode 2009-2012 menujukkan kekuatan dan ketegasan memilih
jalan ideologi estetika melalui penentuan bahasa visual yang sesunguhnya telah
lama ia geluti, yakni bahasa visual yang dikonstruksi dengan kemampuan
mengabstraksi berbagai figur dan shape. Saya cukup interest pada eksplorasi visual yang dominan diekspresikan pada
media kertas yang sangat keren dan memukau.
Ekspresif, impresif, sangat intuitif dan kontemplatif, paling tidak itu
kesan saya. Bentuk-bentuk di
dekonstruksi; meregang, memuai, membelah, memiuh, dan dihancurkan tanpa
indikasi ingin melacak bentuk semula. Semua dibiarkan mengalir, menyeruak dan
mengada tanpa batasan bentuk yang dikonfirmasi kembali. Aksen garis maupun bentuk pada teknik under
painting, ala prima maupun impasto seolah ingin menekankan bahwa semua jejak
visual terartikulasi dengan baik dan menuturkan historisnya sendiri-sendiri. Sesekali ia memamerkan kecermatan distortif
yang tak terduga dan unik. Komposisi
warna-warna ‘mahal’ pun ia bangun layaknya symphony
pada orkestra yang padan dan penghayatan yang mendalam.
Beberapa
kasus karya tertentu pada medium kertas, kehadiran figur maupun subjek tak dipentingkan
namun penciptaan maupun pencitraan suasana tertentu jauh lebih mengedepan
melalui konstruksi warna analog, brushstroke,
garis-garis intuitif dan barik yang liar yang tampak mengalir tanpa tekanan. Di sisi yang berbeda beberapa karya pada
medium kanvas misalnya yang sesugguhnya ia hendak tundukkan dengan aksen yang
ia miliki. Namun, jauh dari yang
diharapkan baik pada tahapan penuangan ide, ketangkasan teknis, ketuntasan
emosinya maupun pencapaian nilai estetis yang ia hasratkan. Medium kanvas tak cukup mampu mengeksplorasi
hasrat estetisnya yang dibayangkan dalam ruang kreatifnya. Karakter media yang seolah ingin dipindahkan
baik karakteristik visual maupun kedalaman inner
feeling yang dihasratkan tak terjemahkan dengan baik seperti yang ia lakukan
melalui medium kertas. Kedua
kecenderungan tersebut tampak seperti perseteruan hasrat dengan eksistensi
mental yang saling berkelindan dengan kekuatan yang saling melampaui.
Pencapaian
sintesa subjek-subjek pada karyanya mendeskripsikan kepekaan estetiknya
mengenai berbagai bentuk, sign, dan
muatan ekspresi non representative object
meskipun tetap menangkap gejala bentuk-bentuk organis. Pengolahan garis, bentuk, tektur, gestur-gestur
biomorfik, dan petualangan intusi adalah cara spesifiknya untuk menangkap
esensi gagasan imajinatif yang segera ia kemukakan dengan cepat, taktis dan
cerdas. Barik-barik dikelola tak sekedar
mencitrakan ruang-ruang ilutif namum mempresentasikan perasaan dan menegaskan
kembali bahwa ledakan hasrat dan situasi mental yang bersiteru begitu dinamis.
Seorang
seniman yang menjelajah hasrat kreatifnya dengan gagasan-gagasan imajinatif
maka secara tidak langsung seorang seniman dengan kesadaran tertentu membangun
kekuatan mental untuk mencukupi semua tuntutan profesionalitasnya. Sikap dewasa dan matang dalam berpikir
sekaligus mencerminkan tindakan maupun cara kerja kreatifnya. Kesiapan mengelola risiko dan tanggung jawab
mental tentu saja menjadi pilihan yang harus diprioritaskan dan tentu saja urgent.
Sebuah pola aktualisasi diri sebagai puncak pencapaian semua hasrat dan
impiannya menjadi perseteruan yang hendaknya disadari sekaligus ditemukan pola
mengejawantahkannya. Semoga Eko Rahmy
saat ini menyadari bahwa proses kerja kreatifnya yang cukup matang menjadi poin
penting ke depan membangun mental seorang seniman sejati dan profesional.
Netok Sawiji_Rusnoto Susanto
Perupa, Penulis Seni
Rupa dan Dosen Seni Rupa UST Yogyakarta.
Beruntung sekali Eko Rahmy karena mendapat apresiasi, galian, kajian dalam ini dan juga menjadi apresiasi bagi jamaah seni rupa di Indonesia
BalasHapus